.......Tesan mengibaskan lengannya, tapi orang-orang yang
memeganginya terlalu kuat. Tesan menjerit minta dilepaskan. Tapi mereka tak mau
melepaskannya dan menahannya sampai anak itu pergi meninggalkan kerumunan
Tesan
memeluk buku-buku dan tasnya sambil berjalan terseok-seok menuju rumah.
Almamaternya tersampir dibahu. Kotor dan bernoda darah. Keringat mengalir diwajah
dan tubuhnya yang perih dan sakit. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian
dihalte tadi. Bagaimana ia didorong jatuh dan diremehkan didepan semua orang.
Mata itu, mata tajam itu tak akan pernah ia lupakan. Tatapan mengancam dan
menusuk itu takkan pernah hilang dari ingatannya. Entah apa yang dipikirkan
siswa kelas 3 itu. tapi Tesan merasa dia punya masalah pribadi dengan siswa itu
mulai hari ini. ia akan mencari tau jika memang harus. Ia akan bertanya kalo
memang itu perlu dilakukan.
Tesan masuk kerumahnya yang kosong dan
sepi. Ibunya pasti belum pulang kerja. Tesan langsung pergi mandi setelah
mengunci pintu. Lalu dia mengobati luka-lukanya. Perih dan sakit, tapi tidak
sesakit perasaannya. Tidak sesakit kemarahannya. Ia mengambil ponselnya dikamar
dan berpikir untuk menelpon ibunya. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Ia
sendirian dirumah ini dan ibunya satu-satunya orang yang bisa dan selalu ingin
diajaknya bicara. Tesan masuk kekamarnya dan meraih tas diatas tempat tidur.
Sesuatu yang asing mengalihkan perhatiannya dari meja disamping tempat tidur.
Tesan menoleh mejanya. Disamping jam beker kuning ibunya, sebuah bungkusan
kertas jagung teronggok disana diatas sebuah kotak. Tesan penasaran, benda apa
itu ? kenapa ada dikamarnya ? seingatnya dia tidak punya benda bungkusan dan
kotak seperti ini. dan dia tidak sedang menunggu paket dari siapapun. Lalu apa
itu ? Tesan meraih bungkusan itu dan membaca tulisan diujung kanannya.
“untuk
Tesan. dari Papa!”
Papa
? jadi paket ini dari ayahnya. Tesan mengambil kotak dibawahnya dan tulisannya
sama. Kotak itu juga dari ayahnya. Tiba-tiba hatinya mendidih lagi. Perasaannya
jadi sakit lagi. Kenapa ayahnya terus-terusan mengirimkan barang-barang
untuknya ? kenapa ayahnya selalu memberinya hadiah tanpa alasan ? daripada
hadiah-hadiah yang dia kirimkan, Tesan lebih senang kalau ayahnya lah yang
datang. Dia tidak butuh hadiah. Dia butuh ayahnya. Dia ingin ayahnya yang
datang.
Dan
sejak itu kemarahan demi kemarahan yang lain menyusul setiap harinya. siswa
kelas 3 itu bahkan berani duduk dikursi yang biasa diduduki Tesan di bis. Dia
juga terang-terangan mengatakan pada teman-temannya kalau orang yang biasa
duduk dikursi itu adalah orang yang tak punya hati karena membiarkan orang lain
berdiri sementara orang itu enak-enakan duduk. Tesan geram dan kesal karena
tingkahnya. Dia meneriaki hampir semua orang yang tak sengaja menyenggolnya
atau membuatnya kesal. Membuat mereka semakin memandangnya dengan tatapan mencela
kemanapun dia pergi. Bahkan Jason juga terkena semburan panas bentakannya pagi
itu ketika dia bercanda dan meninju Jason dari belakang.
“ Hei.. aku tidak ingin menanyakan hal
seperti ini padamu tapi... apa kau sedang PMS ? kau mengerikan, tau? “ ujar
Jason dikantin pada jam istirahat. Tesan tak menjawabnya. Dia malah menyuapkan
mi goreng banyak-banyak kemulutnya.
“ dan itu kepalamu, apa luka itu yang
membuatmu sangat pemarah hari ini ? “ tanya Jason lagi sambil menunjuk dahi
Tesan yang berplaster. Tesan menelan gumpalan mi dimulutnya dan meneguk air
langsung dari botol.
“ sejak kapan kau ingin tau tentang aku
?” tanya Tesan pada Jason. Mata Jason melebar mendengar ini. mungkin dia juga
baru menyadari kalau dia kedengaran seperti sedang menginterogasi maling.
“ bukan itu maksudku. Aku hanya.... kau
sedikit aneh hari ini. ada hal yang tidak kau ceritakan padaku. Aku tidak ingin
tau apa-apa darimu tapi.. orang-orang berbicara tentangmu sepanjang waktu hari
ini. bagaimana mungkin aku tak ingin tau, sedangkan kau sahabatku ” ujar Jason
“ tanyakan saja pada mereka “ jawab Tesan
singkat.
“ yang benar saja. aku tidak perlu
bertanya ke mereka. Semua orang sudah membicarakan ini setiap kali aku lewat.
Kau memukul seorang anak kelas 3 ? mantan kekasih Kak Jian. Jadi itu benar ? “
ujar Jason.
“ apa katamu ? “ Tesan tersentak
“ kau berkelahi....”
“ kekasih Kak Jian ? “ tanya Tesan
“ mantan ! “ ralat Jason
“ apa-apaan itu ? apa karena itu dia
mencelakaiku ? hahh ? apa dia sedang cemburu padaku ?“ Tesan melontarkan
pertanyaan-pertanyaan pada udara kosong didepannya. Jason hanya bengong melihat
Tesan memarahi udara diatas meja.
“ untuk apa dia cemburu padamu ? “ tanya
Jason kemudian. Tesan berhenti mengomel, lalu menoleh ke arah Jason. Ia
memperhatikan ekspresi ingin tau Jason yang tidak biasa.
“ Ahh.... ya ya “ ujar Jason kemudian. “ dia
mungkin masih mencintai Jian, tapi Jian menyukaimu “ lanjutnya
“ kau sudah banyak berubah, Jason.
Sekarang kau bukan hanya ingin tau. Tapi juga sok tau. Apa sekarang kita harus
berhenti berteman ? “ ujar Tesan. Jason bengong sesaat.
“ ahh itu tidak benar. Kau juga sudah
banyak berubah. Lihatlah dirimu ! sekarang semua orang membicarakanmu. Kau
bahkan memukul kakak kelas. “ jawab Jason
“ yah ! kurasa begitu “
Setelah
menghabiskan makanan mereka. Jason dan Tesan berjalan kembali menuju ke kelas.
Seperti yang Jason katakan, ketika mereka lewat hampir semua orang memandangi
Tesan dengan rasa ingin tau dan berbisik-bisik. Tesan yang sudah terbiasa
dengan hal itu, santai saja melewati mereka semua yang tak pernah dianggapnya.
Apalagi dengan jason berjalan disampingnya seperti ini. dia lebih percaya diri.
dia tidak akan kehilangan kekuatan apapun hanya karena mereka berbisik-bisik
membicarakan keburukannya.
“ Yang benar saja.. kau membela anak itu
? “ kata suara siswa laki-laki terdengar lantang dibalik pintu Lab. Kimia
“ aku tidak membelanya, aku hanya ingin
kau berhenti membuat masalah dengannya “ jawab suara lainnya, suara perempuan.
kedengarannya tidak asing bagi Tesan. siswa laki-laki itu mendengus.
“ masalah apa ? aku bahkan belum mulai “
jawabnya kemudian
“ Emir, tolonglah ! jangan ganggu Tesan
lagi. “ kata suara si perempuan dengan nada memohon. Tesan berhenti berjalan
ketika mendengar namanya disebut. Jason juga ikut berhenti dibelakang Tesan.
mereka terpaku tak jauh dari pintu Lab.
“ apa kau pernah dengar ada nama Tesan
selain aku disekolah ini ?” tanyan Tesan pada Jason
“ kurasa tidak “ jawab Jason
“ kalau begitu apa itu tentang aku ? “
tanya Tesan
“ kan sudah kukatakan kalau semua orang
sedang membicarakanmu. Biar kuperjelas ! ini semua tentang Keanehanmu,
kekasaranmu, kesialanmu dan keberanianmu memukul orang lain “ jawab Jason.
“ bukan itu yang kumaksud ! “
“ lalu apa ? “ tanya Jason. Tesan nyaris
saja menginjak kaki Jason saking kesalnya tapi pintu Lab. Kimia tiba-tiba
terbuka dan mereka berdua terkejut bersamaan. Jian keluar ruangan diikuti siswa
kelas 3 yang kemarin Tesan pukul. Sudah terlambat untuk lari atau bahkan
pura-pura tidak tau. Lagipula Tesan masih ada urusan dengan anak kelas 3 yang
tadi disebut Emir oleh Jian. Jadi kenapa tidak sekalian saja mereka selesaikan.
“ apa ini ? anak kelas 2 menguping
pembicaraan orang lain ? dasar tidak sopan ! “ ujar Emir yang berdiri disamping
Jian. Jian hanya menghela nafas menyesal mendengar kata-kata Emir.
“ kami tidak bermaksud menguping apa-apa
“ jawab Jason
“ benarkah ? bukankah temanmu itu
tertarik karena namanya disebut-sebut oleh Jian ? kurasa dia ingin tau ada
apa..“ kata Emir mengungkapkan isi pikiran Tesan.
“ karena kau sudah tau, kenapa kau tidak
menjawabnya sekalian. Aku memang ingin tau. Apakah aku sedang dilibatkan dalam
urusan cinta kalian berdua atau apa ? aku sangat ingin tau.. “ ujar Tesan.
“ tidak ada kisah cinta disini “ ujar
Jian
“ ini memang kisah cinta..” ujar Emir
“ Emir, ini sudah berakhir ! “ tegas Jian
“ aku hanya ingin memberi tahumu satu
hal. bahwa kau tidak seharusnya masuk kedalam kisah cinta kami ! “ ujar Emir. Setelah
itu dia pergi meninggalkan mereka bertiga.
Jian
masih berdiri terpaku ditempatnya tanpa bergerak. Tesan dan Jason saling
menatap.
“ kisah cinta apaan ? “ tanya Jason
“ kurasa kisah cinta mereka berdua” jawab
Tesan “ tapi apa maksudnya aku tidak seharusnya masuk kedalam kisah mereka ?
Sedikitpun aku tak berselera untuk masuk kedalam kisah cinta orang sepertinya.
Benar-benar buang waktu “
“ apa kau memang sekasar itu ? “ tanya
Jian kemudian. Matanya berkaca-kaca sekarang.
“ apa memang begitu kepribadianmu ?
kukira selama ini kau lebih baik dari Emir. Tapi sepertinya kau sama buruknya
dengan dia “ kata Jian
“ jangan membanding-bandingkan aku dengan
dia. dan kau tak punya hak untuk mengomentari kepribadian orang lain. Urus saja
kepribadianmu sendiri. “ ujar Tesan. mata Jian melebar mendengarnya. lalu gadis
itu pergi sambil mengusap ujung matanya.
***
Jian.
Jika ada yang bisa menggantikan suara
kasar itu, Jian akan melakukan segalanya. Jika saja suara bentakan itu tak
mengagetkannya pagi itu, Jian akan melakukan apa saja untuk menghargainya. Tapi
semuanya sungguh diluar dugaan. Semuanya keluar dan menjauh dari jalur
perkiraan yang Jian pikirkan. Ia tidak mengerti. Benar-benar tidak paham dengan
situasi yang tiba-tiba menjadi sangat memalukan dan menyedihkan.
Pagi
itu Jian sudah menunggunya sekitar hampir setengah jam. Sebenarnya dia tau
kalau anak kelas 2 itu hanya datang tepat jam 7, tapi Jian datang lebih cepat
untuk memastikan dia tidak didului. Jian menunggu dengan sabar dan penuh
harapan. Sebuah kotak plastik transparan berisi beberapa kue cokelat dan donat
gula tergenggam ditangannya. Makanan manis dipagi hari bisa membuat harimu
lebih baik. Jian ingin memberikannya pada Tesan, anak kelas 2 yang tinggal di
gang dekat halte bis. Anak itu kelihatan kesepian selama ini. dia selalu
menyendiri dan tidak bicara dengan siapapun. Jian pernah mendengar rumor
tentang ibunya yang istri simpanan, tapi itu dulu. sekarang semuanya kelihatan
normal dan baik-baik saja. seminggu yang lalu, anak itu tanpa sengaja
menyandarkan kepalanya tertidur dibahu Jian waktu di bis pulang sekolah.
awalnya Jian ingin mengusirnya, melempar kepalanya ke tembok bis karena dia
sudah kurang ajar. Tapi Jian tidak melakukannya. Karena wajahnya. Bukan karena
dia kelihatan tampan. Yaa , Jian mengakui dalam hatinya kalau anak itu cukup
tampan. Tapi satu hal yang ia temukan saat anak itu terpejam dibahunya adalah
kedamaian. Saat sedang tidak tidur, Tesan adalah anak yang pendiam, sedikit
angkuh dan cuek pada siapapun. Dia bahkan tidak pernah membagi tempat duduknya
di bis. Raut wajahnya dingin dan keras. Dia juga tidak bicara dan ngobrol
apalagi tertawa dengan siapapun. Dia seperti orang yang ada, tapi tak ada. Dia
tidak mempedulikan siapapun. Dan saat dia tertidur, semua keangkuhan diwajahnya
menghilang. Dia terlihat begitu polos dan damai bahkan dalam tidur singkatnya.
Dan sejak itulah Jian mulai tertarik padanya. Ia yakin ada sesuatu yang baik
didalam diri anak itu. ada sesuatu yang sebenarnya lembut dan manis dihati
kecilnya. karena itulah, setiap hari Jian selalu berusaha menyapanya. Selalu
berusaha agar Tesan tau kalau dia tidak sendiri didunia ini. tidak perlu menyembunyikan
segalanya dibalik wajah angkuh itu. tapi sepertinya tidak mudah. Tesan tak
menanggapi sapaannya sama sekali. Kecuali tatapan angkuh itu juga bisa disebut
balasan dari sapaannya. Disekolah, mungkin selama ini Jian hanya tak pernah memperhatikannya
tapi hari itu Jian melihat Tesan ngobrol dan tertawa dengan seseorang. Sepertinya
itu pertama kalinya Jian melihat Tesan dengan wajah ceria. Selama ini dia
terlalu sibuk dengan Emir sampai tidak menyadarinya.
“ Tesan ! “ Jian akhirnya melihatnya. Dia
baru saja keluar dari gangnya. Dia mengenakan almamater sekolah dan menggendong
tas nya dibelakang. Rambutnya disisir rapi kepinggir. Alisnya, selalu ada kerutan
disekitarnya karena dia mempertahankan wajah tanpa senyum. Dan matanya, sendu
dengan bulu mata lebat dan bola mata bening. Sebenarnya, Dia luar biasa tampan.
“ Tesan, aku sudah menunggumu dari tadi “
kata Jian sambil berjalan mendekatinya. Tesan memalingkan tubuhnya dan
membelakangi Jian. Entah dia tidak menyadari keberadaan Jian atau dia hanya
ingin mengabaikan Jian seperti dia mengabaikan yang lain. Tapi Jian tidak
menyerah. Dia membuat kue-kue itu dengan tangannya sendiri. Dia tetap berharap
kue-kue nya bisa memberi perasaan yang baik pada Tesan.
“ Tesan, aku bicara denganmu. kau tidak
mendengarku ? “ ujar Jian lagi saat Tesan tetap tak menoleh ke arahnya.
“ Tesan, hei.. “ Jian menepuk bahunya dan
berharap Tesan akan menoleh. Tapi sepertinya dia melakukan kesalahan. Lalu
semuanya terjadi tiba-tiba. Tesan menoleh secara mengejutkan dan..
“ APA ?? JANGAN MENGGANGGUKU ! PERGI DAN
TINGGALKAN AKU SENDIRI !! “ bentak Tesan pada Jian.
Hari
itu rasanya Jian bernafas dengan benar. Bangun dari mimpi dengan benar dan
berfikir dengan baik tanpa terburu-buru. Tapi sepertinya semuanya tetap ada
yang salah. Anak itu bahkan membentaknya didepan semua orang. Jian nyaris melepaskan
tangan dari kotak kuenya. Ia tak tau harus berkata apa. Semua orang sedang
menatap mereka berdua. Bahkan dari ekor matanya, Jian bisa merasakan Emir
sedang mengawasinya.
“ apa salahku ? aku hanya ingin
menawarimu kue. Kalau kau tidak mau aku juga tidak akan memaksa. Tidak perlu
membentakku seperti itu “ kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Jian.
Tesan hanya diam dan menatapnya tajam penuh kebencian. Setelah itu, anak itu
masuk kedalam bis tanpa menoleh pada Jian sedikitpun. Seharian itu Jian tak
bisa berkonsentrasi dengan pelajarannya. Teman-temannya terus-terusan membahas
kejadian pagi itu dan bertanya pada Jian apa yang sedang Jian rencanakan ?
apakah Jian menyukai anak itu ? apa Jian gila, kenapa dia menyukainya ? dan
kenapa anak itu malah membentaknya ?
Pertanyaan
serupa juga datang dari Emir, mantan kekasihnya. Mereka putus sekitar sebulan
yang lalu. tapi kelihatannya hanya Jian yang menganggap mereka sudah putus.
Emir tetap seperti biasa. Tetap ingin tau dan mencoba mengendalikan Jian.
“ apa kau yakin tidak ingin mengatakan
apapun padaku ? “ tany Emir setelah pertanyaan-pertanyaannya tentang kejadian
pagi itu diabaikan Jian.
“ memangnya apa lagi yang bisa aku
katakan padamu ? “ Jian bertanya balik
“ Jian, jangan menyiksa dirimu sendiri.
Aku tau ada yang tidak beres diantara kau dan anak itu “ ujar Emir
“ tolonglah jangan sok tau, Emir “ kata
Jian
“ apa kau mau aku memukulnya ? satu atau
dua pukulan, agar dia tau bagaimana sakitnya ? “ tanya Emir
“ apa yang kau katakan ? aku tidak butuh
bantuanmu sama sekali. Aku baik-baik saja dan jangan ganggu aku “ marah Jian
“ baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi
sekarang ! “ Emir pergi setelah mengatakan itu. tapi tetap saja segalanya
terasa rumit bagi Jian. Emir membuat Tesan jatuh dari Bis dan Tesan memukul
wajah Emir. Tanpa tau apa yang sedang terjadi, Tesan memiliki satu musuh tak
terduga. Dan Emir tetap berkeras kalau dia tidak melakukan apapun. Dia bahkan
tidak membalas pukulan Tesan.
“ belum “ ujar Emir “ belum saatnya aku
membalasnya. Suatu hari nanti dia akan menerima 10 kali lipat dari yang dia
alami kemarin. Dia akan membayar semuanya “
“ membayar untuk apa ? jangan ganggu dia
“ ujar Jian
“ karena dia sudah melukai perasaanmu. Aku
tidak akan diam saja kalau kau terluka. “
“ aku baik-baik saja ! “
“ dan karena kau menyukainya ! “
“ itu bukan salahnya, Emir. Aku bahkan
tidak mengatakan kalau aku menyukainya kan ? kenapa kau keras kepala sekali sih
? “
“ kita lihat saja nanti ! “
Aahhh
Stress ! Emir tetap saja mempertahankan sikap Egoisnya. Sepertinya dia memang
berniat untuk membuat masalah dengan Tesan. dan Tesan, tetap dengan sikap
angkuhnya dan menganggap semua orang sampah yang bau. Bagaimana bisa ada orang-orang
seperti mereka didunia ini ? entahlah ! Jian tak sanggup lagi berfikir. ini
mungkin memang salahnya. Salahnya karena berani bertindak lebih jauh pada anak
itu. selama ini memang dia tidak pernah benar-benar berjuang menaklukan hati
seseorang. Dia bisa menyentuh hati mereka dengan mudahnya. Tapi berbeda dengan
Tesan. bahkan untuk berteman dengannya pun rasanya sangat mustahil.
Jian
melempar tasnya ke tumpukan kasur diujung kamar kos. Lalu dia duduk dengan
setengah tubuhnya menelungkup dimeja pendek ditengah-tengah ruangan.
“ apa-apaan ini ? “ Juna muncul dari luar
sambil menenteng kantong plastik. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan,
Tas dan sepatu Jian diletakkan sembarangan. Juna melihat adiknya menelungkup di meja.
“ hei, jangan pura-pura mati begitu. Aku
tidak punya uang untuk membelikanmu makan siang, pulang saja sana ! “ usir
Juna.
“ Kak ! “ panggil Jian dengan lemas tanpa
bergerak.
“ apa ? kau lapar ya ? sudah kubilang aku
sedang tidak punya uang “ jawab Juna sambil memasukan air mineral kedalam
kulkas. Jian diam saja dan tetap tidak bergerak. Dia tidak tau harus mengatakan
apa pada kakaknya. Tidak tau apakah dia harus bercerita atau tidak. Dia sendiri
tidak menemukan cara untuk menceritakannya. Jian bangkit duduk dan mengawasi
Kakaknya yang sekarang sibuk dengan kardus mi instan kosong. Juna memang
tinggal sendirian di kamar kos kecil ini. dia memilih tinggal di kos daripada
pulang kerumah karena jarak antara rumah dan tempat kerjanya terlalu jauh. Kadang-kadang
Juna pulang kalau hari minggu. Dan terkadang Jian dan orang tuanya yang
mengunjungi Juna.
“ kau yakin tidak mau pulang ? sebentar
lagi aku harus pergi kerja “ kata Juna lagi.
Jian
berdiri dan berjalan menghampiri kakaknya. Juna tersenyum mengejek melihat
adiknya, ia hampir bisa membaca pikirannya.
“ kau sedang jadin gadis rusuh lagi ya ?
“ tanya Juna
“ apa aku serusuh itu ? “ tanya Jian
sambil duduk diatas kardus mi instan yang sudah dilipat.
“ yaa, kadang-kadang kau sangat
berbahaya. Otakmu yang terburu-buru itu bisa membuat banyak kesalahan dalam
sekejap. Kau masih ingat kan waktu kecil dulu ? karena tidak sabaran ingin
menonton film kartun kesukaanmu, kau malah membuat Tv kita rusak. “ kata Juna
“ Tv nya kupukul dengan sapu “ Jian
mengenang sambil tersenyum.
“ waktu SMP, kau minta dibelikan ponsel
kamera seharga 1jt hari itu juga. padahal 2 hari kemudian ada diskon 20% untuk
setiap pembelian ponsel kamera. “
“ kita rugi 200 ribu “
Juna
benar. Sejak kecil, Jian memang selalu terburu-buru mengambil keputusan. Sikap tidak
sabarannya selalu membuatnya menyesal kemudian. Termasuk kisah cintanya dengan
Emir. Dan akhirnya dia terjebak dalam kehidupan Emir. Dalam sikap suka ikut
campurnya yang tak bisa dikendalikan. Ia benar-benar sudah tidak tau lagi harus
bagaimana. Bahkan setelah putus dengannya pun, Emir masih tetap mengawasinya.
“ darimana kamu ? kenapa baru pulang ?“
tanya ibunya saat Jian masuk kerumah
“ dari rumah Kakak, tapi dia harus pergi
kerja jadi aku diusir “
“ harusnya menelpon dulu. tadi Emir
datang mencarimu “ kata ibunya lagi
“ biarkan saja “
“ wajahnya babak belur begitu, dia pasti
habis berkelahi kan?. Anak itu memang keras kepala. Ibu sudah katakan dari dulu
kalau Emir itu kelihatan kasar dan jangan pacaran dengannya “ kata ibunya
“ apa tadi ibu bilang ? babak belur ?“
“ memangnya kau tidak tau ? “ tanya
ibunya.
Jian
membuka paksa tas nya dan mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Emir dan
menyentuh gambar telpon hijau. Beberapa detik kemudian..
“ Halo.. “
“ Dimana kau ? “
“ Jian, kau sudah pulang ? “
“ jangan banyak tanya, temui aku sekarang
! “ teriak Jian.
“ ya ampun, kenapa harus teriak sih ? aku
di halte sekarang “ jawab Emir
Jian
mematikan ponselnya dan berlari keluar rumah. dia bahkan tidak berpamitan lagi
kepada ibunya yang sekarang teriak-teriak menyuruhnya kembali. Langkahnya yang
berat menyadarkannya kalau dia belum melepas sepatu sekolahnya. Dia benci
memakai sepatu sekolah. dia memiliki kaki yang kecil jadi sepatu itu terasa
berat dikakinya. Jian sampai diujung gang dengan nafas terengah-engah. Dia sendiri
tidak yakin kenapa dia harus berlari. Bukankah Emir tidak akan pergi sebelum
dia datang ? dia sedang mengejar Emir kan ? bukan Tesan. tapi dia tetap berlari
dengan sisa tenaganya menuju halte. Dan melemparkan tubuhnya kebangku halte
begitu dia sampai. Emir sedang duduk diujung bangku halte. Satu tangannya
memegangi bungkusan kain basah dan menetes yang ditempelkan dipelipisnya.
“ kenapa lari-lari sih ? “ tanya Emir
santai sambil terus mengompres kepalanya.
Jian
duduk disampingnya dan mengatur nafas sambil memegangi perutnya. Emir terkekeh
pelan, meraih buku tulis ditasnya dan mengipasi Jian. Dia sangat menikmati
memandangi Jian dari sampingnya. Tapi Jian merebut bukunya dengan kasar dan
mengipasi dirinya sendiri. Emir masih memandanginya, tersenyum.
“ apa kau berkelahi dengan anak itu ? “
tanya Jian
“ iya, aku menang ! “ jawab Emir bangga
sambil mengerlingkan sebelah matanya.
“ kenapa kau melakukannya ? “ teriak
Jian. Emir berhenti tersenyum.
“ kenapa harus teriak ? “
“ kenapa kau berkelahi dengan Tesan ?
kenapa kau melakukannya ? sudah kukatakan dia tidak tau apa-apa ! tapi kenapa
kau tetap berkelahi dengannya ? “ Jian sampai menangis saking marahnya. Dia
bahkan tidak hanya meneriaki Emir, tapi juga memukuli lengan dan tubuh Emir
dengan sisa tenaganya yang lemah. Dia sangat marah sampai tidak sadar melakukan
itu dihate pinggir jalan raya. Dan ketika dia menyadarinya, sudah terlambat. Semua
orang sedang menoleh kearahnya. Menonton dia memukuli Emir dengan tangan
lemahnya.
Jian
berlari meninggalkan Emir yang masih ber “aw-aw” di bangku halte. Tanpa berpikir
lagi Jian masuk kedalam gang yang paling dekat dengan halte. Sambil berjalan, dia
merapikan seragam dan rambutnya yang sekarang acak-acakan karena mengamuk. Tubuhnya
gemetar dan jantungnya berdebar sangat kencang. Dia tidak sadar kalau tadi dia sangat
marah pada Emir. Bagaimana bisa Emir melakukan itu pada Tesan ? apa kata Tesan
nanti kalau dia harus terluka parah dipukuli Emir gara-gara Jian ? apalagi
sekarang Tesan tau kalau Jian menyukainya. Tesan pasti akan sangat marah
padanya. Tesan mungkin akan meneriakinya lagi besok dihalte bis. Ohh Tidak !
Jian
membelok kekanan dan melihat rumah bercat kuning pucat tak jauh dari tempatnya.
Itu rumah Tesan. dia belum pernah kesana tapi dia tau itu rumahnya. Dia pernah
melihat Tesan kecil disana waktu mereka masih SMP. 3 rumah kekanan dari rumah
Tesan adalah rumah Cindy, teman SD nya. Dulu Jian sering kerumah Cindy, dan
Jian mengetahui semua tentang Tesan dan keluarganya dari ibunya Cindy.
Jian
melangkah ragu-ragu didepan rumah itu. berpikir untuk pulang saja. tapi dia
penasaran dengan keadaan Tesan. sudah terlanjur dia lari ke gang ini, sekalian
saja dia tau keadaan Tesan. lagipula ini juga salahnya kan. Kalau saja dia tak
membuat Tesan meneriakinya waktu itu, seandainya dia bisa lebih tegar dan tak
kelihatan menyedihkan. Pasti Emir tidak akan melakukan semua ini.
Tok
tok tok..
Jian
mulai mengetuk pintu. Tubuhnya masih gemetar dan dia masih tidak tau mau
berkata apa jika dia bertemu Tesan nanti. tapi dia tetap mengetuk pintu. Gagang
pintu bergerak. Suara klak klik kunci pintu diputar dan pintu pun terbuka. Sosok
Lelaki remaja kurus tinggi dengan wajah ramah muncul dibalik pintu. Jian
terkejut, itu bukan Tesan. selama sepersekian detik Jian berfikir kalau dia
salah rumah dan sebaiknya cepat-cepat pergi sebelum dia malu lebih jauh. tapi
kemudian anak itu menyebut namanya. Jian memperhatikan, dia juga memakai
seragam SMA nya.
“ Kak Jian ! ada apa ? “
“ aku....aa.. sebenarnya aku... “ Jian
gugup.
“ mencari Tesan ya ? “ tanya anak itu.
Jian tersentak. Bagaimana anak ini tau ?
“ ayo masuk ! Tesan ada didalam “ kata
Anak itu sambil membuka pintu lebar-lebar. Jadi benar ini rumahnya.
“ ahh sebentar.... siapa namamu ? “ tanya
Jian
“ aku Jason “ ujar Jason mengulurkan
tangan. Jian menyalaminya.
“ Ehm Jason, bisa kita bicara disini saja
? “ ujar Jian ragu-ragu
“ kenapa ? “ tanya anak itu
“ tidak apa-apa. Aku cuma mau tanya apa
Tesan baik-baik saja ? “
“ maaf, apa ? “ Jason bertanya
“ Tesan, apakah dia baik-baik saja ? “
tanya Jian lagi.
“ Tesan ? “
“ yaa.. “
“ sebenarnya dia tidak baik-baik saja,
tapi dia selalu bilang kalau dia baik-baik saja. agak kurang jujur menurutku,
tapi itu pasti agar tidak ada yang khawatir“ jawab Jason.
Ya
Ampun ! jadi itu benar ? Tesan sedang terluka. Sekarang setelah tau, Jian
bingung apa yang harus dia lakukan ?
“ apa lukanya parah ? “
“ apanya ? Jason bertanya balik. Saat ini
Jian sudah jengkel kepada Jason yang terus-terusan memintanya mengulang
pertanyaan. Anak ini sepertinya memiliki gangguan pendengaran atau semacamnya.
“ sedang apa kau, Jas ? “ suara seseorang
dari dalam rumah. Jason menoleh kedalam rumah dan menjawab kalau sedang ada
tamu. Jian sendiri membeku didepan pintu mendengar itu, tampilannya dari dalam terhalangi
oleh Jason. Itu suara Tesan. apa yang akan dia katakan pada Tesan ? apa yang
harus dia lakukan ? dia ingin berbalik dan lari tapi itu akan kelihatan aneh
kalau dia lari tanpa pamit seperti maling.
“ siapa yang kau maksud ? “ kepala Tesan
muncul diatas bahu Jason. Matanya melebar begitu melihat Jian. Bagitu juga
Jian, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Bahkan lebih
cepat dari saat Tesan membentaknya waktu itu. (bersambung)