Rabu, 18 April 2018

Aku juga ingin punya anak !


Pagi yang..... kelihatannya cerah sih pagi ini.
Harusnya pagi yang seperti ini diawali dengan senyuman paling manis. Sambil nonton gosip ditemani teh hangat dan pisang goreng sebelum memulai aktifitas.
Nggak terasa waktu cepat sekali berlalu. Lagi enak-enak mimpi eh ayam udah berkokok. Lagi bokek-bokeknya eh bentar lagi lebaran, wkwkwk. Lagi nyantai-nyantai aja nikmatin hidup baru eh udah setahun aja ini pernikahan. Dan yang paling parah, Lagi gencar-gencarnya ngumpulin semangat dan kesabaran serta kekuatan diri menjalani proses ikhtiar demi mendapatkan buah hati, Eh ada yang komen “kenapa udah setahun nggak hamil-hamil juga. itu si (Sebut saja) *Iyem yang nikahnya duluan kamu 2 bulan anaknya udah lahir. Itu si *Inem yang kemarin sengaja nunda sekarang udah isi beberapa bulan. Si *Endul aja kemaren baru nikah langsung isi, sekarang udah buncit. Lah kamu kapan?. Gendongin anak orang mulu, gendong anak sendiri kapan?. Nggak usah nunda-nunda nanti keburu tua! Masa bikin tahu bunting (Tahu isi) aja bisa, tapi kok sendirinya nggak bisa bunting!. Hidup berumah tangga itu yang utama harus punya anak dulu, biar nggak ditinggalin suami! Kalo nanti tua ketemu teman, pasti yang ditanyain udah punya anak berapa, anaknya umur berapa, bukan mobilnya berapa, rumahnya berapa!”
***
Mingkem, kesel, nangis diem-diem! Mungkin untuk saat ini hanya itu saja yang bisa aku lakukan. Yaa, sebenarnya aku bukan menunda seperti yang dituduhkan. Malah sebenarnya aku sudah sangat ingin punya anak. Sangat ingin hamil dan melahirkan. Ingin Merasakan ada kehidupan lain didalam tubuhku. ingin Merasakan seperti apa itu ngidam dan mual-mual saat hamil. Ingin merasakan keberadaannya didalam perutku yang sempit. Ingin Merasakan anakku menendang dari dalam. Ingin Menyaksikan anakku tumbuh dan berkembang. Ingin melihat senyum diwajah suamiku, orang tuaku, adikku, kakakku, ipar-iparku, keluargaku saat mereka melihat anakku. Aku juga ingin seperti itu.
Tapi Cuma tuhan yang tau jawaban semuanya itu. Aku hanya menjalani prosesnya. Berdoa dan berusaha. Ikhtiar mencari jawaban. Melakukan apa saja yang katanya bisa membantu mempercepat kehamilan. Mulai dari dokter sampai tukang urut. Dari minum susu, vitamin, sampai penyubur dari dokter. Semua aku lakukan demi mencapainya. Jadi rasanya gimana ya kalo tau-tau ada pertanyaan yang seolah menuduh, menyalahkan dan menyudutkan. Seolah-olah tidak melakukan apa-apa. Ya sudahlah... Toh hanya yang sedang merasakan yang tau rasanya seperti apa. Aku yakin tuhan mendengar semua doa-doaku.
Sekian.


Selasa, 16 Agustus 2016

SCH Seung Ho

Saengil Chukkae Hamida Urri Yoo Seung Ho...
Happy Birthday ! Love you ! Saranghae ! ;)

Selamat Hari kemerdekaan !

Selamat pagi !
Selamat menikmati hari kemerdekaan Indonesiaku. selamat berjuang untuk kemerdekaan diri sendiri. selamat menikmati indahnya kemerdekaan republik kita, Indonesia Tercinta.
aku cinta indonesia !! aku cinta pahlawanku! Merdeka !!!

Sabtu, 30 Juli 2016

Cerpen : Loser ! (Part 3)

         
 “ Kak Jian, ayo masuk ! “ ajak Jason ramah.
            “ masuk apanya ? enak saja “ protes Tesan.
            “ kenapa ? kita harus menghargai tamu. Kasihan kak Jian kepanasan diluar sini “ ujar Jason
            “ tidak ada ibuku dirumah, mana boleh anak perempuan masuk rumah orang sembarangan” ujar Tesan ngotot. Ditengah-tengah keributan mereka, sebenarnya Jian bermaksud melarikan diri.
            “ tidak apa-apa. Aku tidak perlu masuk. Aku Cuma...”
            “ kau dengar sendiri ! dia bahkan tidak ingin masuk. Tidak ada gunanya menyuruh dia masuk. Hanya akan membuat semakin banyak orang salah paham. Kau tau, semua orang mulai membicarakan aku lagi disekolah. Dan apa kata orang-orang kalau aku membiarkan dia masuk kerumahku. Kau ingin aku ditabrak bis kali ini ?  “ kata Tesan panjang lebar sampai membuat Jason takjub.
            “ ya ya baiklah. Terserah kau saja. silahkan bicara sambil berpanas-panasan kalau begitu. Aku mau nonton Tv dulu “ ujar Jason kemudian meninggalkan mereka Tesan dan Jian.
            “ mau kemana kau ? “ teriak Tesan. tapi Jason mengabaikannya.
            “ Tesan ! “ ujar Jian kemudian.
Tesan menoleh ke arah Jian dengan enggan. Bahkan ekspresi wajahnya sangat menyakitkan. Kalau saja Jian tidak sedang merasa bersalah, dia pasti sudah pergi dan tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi padanya.
            “ kau baik-baik saja ?” tanya Jian
            “ memangnya kau mengharapkan aku kenapa-kenapa ya ? “ Tesan bertanya balik dengan kasar. Jian berpikir, anak ini pasti tidak pernah diajari cara berbicara dengan baik kepada orang lain. Sikapnya sangat kasar. Ternyata begitulah sebabnya dia tak punya banyak teman. Mungkin suatu hari nanti Jian harus bertanya pada Jason, berapa banyak dia dibayar sehingga mau menjadi teman baik Tesan.
            “ apa kau yakin kau baik-baik saja ? “ tanya Jian lagi.
            “ kau benar-benar ingin aku sakit dan semacamnya ya ? “
Apa ini ? anak ini kelihatan biasa-biasa saja. kelihatan sehat bahkan sanggup membentak-bentak. Dia juga tidak kelihatan punya luka memar dan lain-lain kecuali plaster dikepalanya karena terjatuh dari bis kemarin. Dia cuma berkeringat. Itu normal, karena cuaca siang ini sangat panas. Tapi Emir, dia bilang dia berkelahi dan menang. Apa Emir berbohong ? apa sebenarnya Tesanlah yang menang ? karena ada luka memar diwajah Emir. Sedangkan Tesan tidak ada luka sedikitpun. Tidak mungkin untuk mencari tau dari Tesan. anak ini hanya akan membuatnya terlihat sangat rendah dan bau seperti sampah. Bahkan kehadiran Jason sebagai penengah sudah tidak membantu lagi. Jian harus cepat-cepat pergi dari tempat itu. dia harus melihat Emir lagi. tadi dia juga memukulinya didepan semua orang. Apa dia baik-baik saja sekarang ? apa dia kesakitan ?
            “baiklah, kalau begitu aku pergi. Maaf mengganggumu ! “ kata Jian berpamitan. Tesan hanya diam tanpa bereaksi apapun. Jian mendengarnya membanting tertutup pintu saat Jian sudah keluar dari area rumahnya.
Jian tidak ingin berlari lagi. dia hanya berjalan secepat mungkin kali ini. dia sudah kehabisan tenaga untuk memukuli Emir, berlari-lari dan berbicara dengan Tesan tadi membuatnya banyak berdebar-debar. Jadi dia sedikit lemas sekarang. Jian sampai di depan gang tepat saat Emir berdiri dari duduknya. Sepertinya Emir sudah akan pergi. Dia bahkan memakai almamaternya dan menggendong tas nya. Dibawah sinar matahari, rambut basahnya berkilauan.
            “ Emir ! “ panggil Jian. Emir menoleh, lalu mundur lagi ke halte. Jian berlari kearahnya. Kali ini Emir tidak tersenyum ataupun tertawa padanya. Dia terlihat seperti Emir yang waktu itu mendorong Tesan jatuh dari Bis. Ekspresi dan mata tajamnya benar-benar menakutkan.
            “ Emir, maaf ! kau baik-baik saja kan ? “ ini kesekian kalinya pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
            “ apa aku terlihat baik-baik saja ? “ tanya Emir
            “ ayo kerumahku, aku akan mengobati lukamu “ ajak Jian, tiba-tiba merasa bersalah juga pada Emir.
            “ tidak perlu. Luka-luka ku ini tidak seberapa dibanding luka didalam sini “ ujar Emir sambil menunjuk dadanya.
            “ apa Dadamu juga terluka ? kau perlu kedokter ?“
            “ jangan bercanda !” geram Emir. Jian langsung diam dan mundur menjauh dari Emir. Sepertinya Emir sangat marah sampai tidak ingin mendengar candaannya. Meskipun Emir tidak mungkin akan memukul atau menyakitinya, tetap saja Jian sedikit ketakutan.
            “ sudahlah ! lupakan saja ! anggap saja aku tidak apa-apa. Mungkin aku harus banyak istirahat setelah ini. pulanglah “ ujar Emir.
            “ Emir, aku tau kau marah padaku. Aku benar-benar minta maaf. Aku pasti sudah salah paham tadi dan.... memukulmu... “
            “ kau hampir mematahkan tulangku. Hanya karena kau peduli pada anak itu, kau hampir membuat aku tak bisa makan dengan tanganku sendiri. Aku benar-benar kecewa “ ujar Emir dengan suara marah yang ditahan. Jian terdiam mendengar itu. dia ingin sekali bertanya lebih banyak, bicara lebih banyak untuk membuat Emir memaafkan dan melupakan kemarahan. Tapi, dia bahkan tak bisa membuka mulutnya sedikitpun. Dia tak punya ide apapun untuk dikatakan. Jadi dia hanya membiarkan Emir berjalan menjauh disepanjang trotoar. Jian bahkan masih terus menatapnya sampai Emir berbelok ke gangnya.
Jian pulang kerumah. Segalanya terasa sangat salah hari ini. awalnya dia yang marah pada Emir, tapi akhirnya justru dia tak bisa marah dan menerima kemarahan Emir. Dia juga tiba-tiba saja punya ide untuk mendatangi rumah Tesan. dan anak itu benar-benar tidak tau cara berbicara yang baik dengan orang lain. Kenapa semua hal menyedihkan selalu datang padanya akhir-akhir ini ? kenapa hidupnya tak lagi tenang sejak...sejak dia putus dengan Emir ! tidak ! sejak dia mulai tertarik pada Tesan.
Tesan merebahkan dirinya diatas tempat tidur. Matanya menerawang ke langit-langit kamar yang gelap. Disamping tempat tidurnya, paket dari ayahnya masih tergeletak dimeja tanpa tersentuh. Tesan tak punya keinginan untuk membukanya. Dulu, waktu dia kecil di sangat menyukai hadiah-hadiah dari ayahnya. Mainan-mainan baru yang sedang populer dan diimpi-impikan semua anak. Cokelat dan buah-buahan memenuhi kulkas mereka saat ayahnya datang berkunjung. Dan yang lebih Tesan sukai, adalah kedatangan ayahnya. Hanya kedatangannya yang membuat Tesan sangat bahagia. Dan itu belum berubah hingga sekarang. Seberapa buruknya pun komentar orang tentang ayahnya, tentang ibunya, tentang keluarga mereka. Tesan tetap mencintai ayahnya seperti dia mencintai ibunya. Tesan tetap mengharapkan ayahnya suatu hari akan datang dan tinggal bersama dia dan ibunya. Tapi akhir-akhir ini ayahnya mengecewakannya. Ayahnya hanya mengirim hadiah dan tak pernah datang kerumah lagi. dia bahkan tidak menjawab panggilan telpon Tesan. ini benar-benar mengecewakannya. Kadang dia bertanya-tanya apakah ayah dan ibunya sudah memutuskan untuk benar-benar berpisah ? apa ayahnya sudah tidak memedulikan mereka lagi ? beberapa kali Tesan memergoki ibunya sedang menangis. Tapi ibunya selalu berkata kalau semua baik-baik saja. kalau dia menangis karena teringat Novel sedih yang tadi dibacanya. Dalam hal ini, Tesan hanya berpura-pura tidak tau. Dia hanya berpura-pura tidak melihat ibunya menangis. Dia hanya berpura-pura tidak menyadari kalau keadaannya sudah berubah. Entah sampai kapan dia akan diam. Entah sampai kapan dia hanya akan bicara dengan hatinya sendiri. Tentang semua kekhawatiran yang menyesaki dadanya.

Emir
Sudah 3 minggu sejak terakhir kali Emir berbicara dengan Jian. Hari itu Tesan mendapat luka memar diwajahnya karena berkelahi dengan seorang siswa SMA lain. Emosinya memang belum terkontrol dengan baik sejak ia tau Jian menyukai Tesan. apalagi, akhir-akhir itu semua orang membicarakan Jian dan Tesan. dan yang paling membuatnya tidak nyaman adalah Jian yang tetap berkeras membela Tesan meskipun dia tau dengan baik kalau Tesan tidak pernah menganggapnya ada, dia bahkan membentaknya didepan semua orang. Beberapa hari sebelumnya, Emir sengaja mendorong Tesan dari atas Bis ketika Tesan hendak turun didepan halte. Tesan juga memukulnya didepan semua orang. Harusnya Jian tau kalau itu adalah peringatan. Harusnya dia sadar kalau Emir tak akan tinggal diam melihat cara Tesan memperlakukannya.
Entahlah, pikiran seorang gadis memang sulit dimengerti. Apalagi Jian, dia cenderung berpikir terburu-buru dan mengambil keputusan tanpa kompromi. Dia hanya melakukan apa saja yang dia mau. Bukan apa yang terbaik untuknya.  
Siang itu kejadiannya sangat tiba-tiba dan tak terduga. Jian datang sambil bertanya ‘apakah dia berkelahi?’ dan dia menjawab ‘Ya, aku menang’. Sebenarnya saat itu yang keluar dari mulutnya hanyalah gurauan. dalam hatinya hanya memikirkan betapa khawatirnya Jian. Dan kata-kata gurauan akan membuktikan kalau dia baik-baik saja. bahkan dia masih bisa bergurau. Dia ingin wajah khawatir itu berubah menjadi senyuman manis seperti biasanya. Sayangnya, Jian menangkap maksud lain dari jawabannya. Bukannya merasa lega kalau Emir baik-baik saja, Jian justru melayangkan pukulan-pukulan ke lengan dan tubuh Emir. Rasanya sih tidak seberapa sakit, tapi hatinya lebih sakit dan kecewa karena bukan reaksi ini yang Emir harapkan. Gadis itu bahkan menyebutkan nama Tesan. dia lebih mengkhawatirkannya. Sepertinya rumor itu benar, Jian memang sedang menyukai Tesan. Emir sudah benar-benar dibuang. Dia bukan siapa-siapa lagi dimata Jian. Dia sekarang ini, mungkin hanya pengganggu yang terus menghalangi Jian untuk mendapat perhatian Tesan. tapi sebenarnya Emir hanya ingin Jian tau kalau dia melakukan hal yang sia-sia. Dia bahkan tidak akan bisa berharap sedikitpun pada anak itu. anak yang sombong dan tak pernah melihat orang lain. Anak itu hanya hidup didunianya sendiri. Bagaimana bisa Jian berharap akan bisa masuk kedalamnya ?.
Emir duduk sendirian didepan meja panjang kantin. Teman-temannya, Jerry dan Sandy sedang dihukum lari keliling lapangan oleh guru Etika. Mereka berdua sukses mengacaukan pelajaran dengan perang bola kertas. Akibatnya pelajaran berakhir lebih cepat dari biasanya karena bu Yana marah-marah dan tidak sabar untuk menghukum mereka.
Emir menatap ke sekelilingnya. makanannya sudah habis tapi dia belum melihat Jian dikantin. Setidaknya dia harus melihatnya dulu sebelum pergi. Dia tidak akan melewatkan Jian sedikitpun. Hubungannya dengan Jian memang tidak kembali seperti semula, tapi setidaknya sudah sedikit baik sejak hari itu. Jian sepertinya merasa bersalah dan sudah mengetahui semuanya. Tentang dengan siapa Emir berkelahi dan dia meminta maaf pada Emir. Tapi saat Emir bertanya apa Jian masih memikirkan anak itu, Jian memintanya untuk tidak bertanya tentang perasaan. Dia ingin hubungannya dengan Emir saat ini hanya sebatas teman saja. jangan pernah bicarakan tentang perasaan saat mereka bersama-sama, karena itu hanya akan membuat Jian mundur dari pertemanan mereka. Emir menyanggupinya. Lagipula dia bisa apa ? Jian toh sudah ada didekatnya lagi, meskipun mereka hanya teman. Tapi Jian tau apa yang Emir rasakan. Jian tau Emir masih menyimpan perasaan untuknya. Emir juga berharap kalau Jian tau dia tak akan berhenti berjuang.
***
            Pagi yang dingin dan berkabut. Tesan memakai almaternya dan berjalan sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. Beberapa kali dia meniupkan angin hangat dari mulutnya ke tangkupan telapak tangan. Rasanya lumayan, kehangatan mengalir dari telapak tangannya. Suasana halte masih sepi ketika Tesan sampai disana. hanya ada beberapa anak perempuan kelas 1 dan seorang anak lelaki kelas 3. Dari kejauhan nampak beberapa anak-anak lain juga keluar dari gang dan berjalan menuju halte. Tesan juga melihat Jian dan Emir dikejauhan. Mereka berjalan berdua. Mengobrol dan tertawa sambil berjalan berdampingan. Tesan memperhatikan mereka dari halte. Sedikit perasaan aneh menyelinap dihatinya. Melihat mereka seakrab itu, sepertinya membuat hati Tesan sedikit terusik. Ada perasaan kesepian menusuk hatinya. Dia melihat ke sekelilingnya juga, teman-temannya yang lain berdiri dan duduk berkelompok. Mereka membuka buku pelajaran mereka dan saling menyalin jawaban PR satu sama lain. Yang lain membicarakan perjalanan mereka Weekend nanti. sedangkan Tesan hanya berdiri sendirian memandangi jalanan. Tidak ada seorang pun yang mengajaknya bicara. Dulu dia tidak mempermasalahkan ini. dulu dia baik-baik saja dan menikmati kesendiriannya. Tapi sekarang dia merasa lain. Dia merasa seperti kehilangan banyak hal dan jatuh dari ketinggian. Dia sendirian dan kesepian. Dia tak punya teman untuk diajak berbagi. Tapi kemudian Tesan mengingat Jason, dan senyuman kecil mengembang dibibirnya. Setidaknya dia masih punya Jason. Dia tidak benar-benar sendirian karena ada Jason dan ibunya didalam hidupnya. Dia mengandalkan mereka berdua dalam hidupnya.
Jian dan Emir semakin mendekat. Tesan bisa mendengar tawa mereka dikejauhan. Sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang lucu dan menyenangkan. dan pemikiran tentang Jian dan Emir yang membicarakan hal menyenangkan tiba-tiba membuat Tesan merasa terganggu lagi. dia tidak tau kenapa tapi dia tidak menyukai itu. dia tidak suka Jian berbicara dengan akrab pada Emir seperti yang ia lihat sekarang. Bukankah gadis itu menyukainya ? katanya gadis itu menyukai Tesan kan ? banyak yang berkata begitu. Lalu kenapa dia kelihatan sangat akrab dengan mantan kekasihnya ? Apa dia hanya main-main ? apa dia bermaksud mempermainkan Tesan ? Tesan tak punya gambaran apapun tentang itu tapi dia tetap tidak menyukai keakraban kedua kakak kelasnya itu.
Bis sekolah tiba, Tesan masuk kedalam bis dan duduk ditempat duduknya yang biasa. Diurutan paling ujung dibelakang dimana tak ada seorang pun yang berani mengganggu dia. anak-anak lain juga mengambil posisi masing-masing. Emir dan Jian duduk berdampingan didekat pintu belakang. Tesan bisa melihat Emir berusaha membuat Jian duduk dengan nyaman disampingnya. Jian juga tak henti-hentinya tersenyum dan tertawa saat Emir mengajaknya bicara. Sayangnya, Tesan tak bisa fokus dan mendengarkan percakapan mereka karena anak-anak yang lain juga sangat berisik. Jadi Tesan tidak tau mereka sedang membicarakan apa. Sebenarnya Tesan ingin menyerah dan pura-pura tidak ingin tau apapun seperti biasanya. Tapi matanya tak bisa lepas dari Jian dan Emir. Meskipun hatinya berkata agar dia menoleh ketempat lain. Tapi tetap saja dia menatap mereka berdua lekat-lekat seakan-akan kalau dia menatapnya begitu dia akan tau mereka sedang membicarakan apa.
            “ oy ! lagi lihat apaan ? “ teriak Jason keras ditelinga Tesan yang tersentak kaget dan memegangi telinganya.
            “ dasar orang gila ! kau mau aku jadi tuli ? “ teriak Tesan marah-marah.
            “ Sorry, habisnya kulihat kau serius sekali. Sampai-sampai berdiri ditengah-tengah koridor begini. Ada apa sih ? “ ujar Jason.
Tesan terkejut dan melihat ke sekitarnya. Dia sedang berdiri ditengah-tengah koridor kelas sendirian. Dan yang lebih parah, ini bukan koridor kelasnya. Ini lantai kelas 3. Ternyata tadi dia mengikuti Jian dan Emir sampai kesini. Dia ingat tadi dia baru saja melihat Emir dan Jian masuk kelas sebelum Jason membuyarkan semua yang ada dalam otaknya. Tesan kesal pada dirinya sendiri. Ada apa dengannya ? kenapa dia sangat terobsesi pada mereka sepagi ini ? aneh sekali.
            “ sedang apa kau disini, eh ? “ tanya Jason
            “ tidak ada “ jawab Tesan singkat
            “ benar tidak ada ? “
            “ tidak usah tanya-tanya kalau kau sendiri sedang berdiri disini ! kau pikir aku gila datang kesini tanpa alasan ?” omel Tesan sambil berjalan menjauh dari tempat itu.
            “ yah, aku sih tadi memang ada urusan disini. Dan aku melihatmu berdiri disana seperti orang bodoh “ ujar Jason.
            “ bisa diam tidak sih ? “ Tesan meledak.
Hari itu Tesan benar-benar tidak bisa memfokuskan dirinya pada pelajaran. Seharian yang ada di otaknya hanyalah Jian dan Emir. Bahkan saat istirahat dia sengaja berlama-lama dikantin agar bisa melihat atau kalo dia beruntung dia bisa mendengar percakapan mereka. Bisa saja mereka melanjutkan percakapan yang tadi sempat tertunda karena harus segera masuk ke kelas. Tapi baik Jian maupun Emir tidak menunjukkan batang hidungnya sama sekali hari itu. membuat perasaannya semakin marah dan tidak tenang. Hari ini dia sudah membentak Jason setidaknya 7 kali saking kesalnya. Dan Jason sekarang sudah mulai mengurangi kata-katanya. Dia bahkan tidak berkata apa-apa saat mereka berpisah di pintu gerbang sekolah. Tesan maklum, sebagai seorang sahabat baik sebenarnya Jason diperlakukan dengan kurang baik oleh Tesan. Jason memang teman baiknya, tapi dia selalu saja menjadi pelampiasan kemarahan Tesan. dia selalu saja menjadi tempat Tesan mencurahkan segala perasaannya.  Kadang-kadang Tesan merasa buruk karena melakukan itu dan Jason selalu menepuk bahu nya saat dia meminta maaf. Mengatakan kalau dia tidak apa-apa. Dia sangat memaklumi keadaan Tesan dan tidak keberatan Tesan melampiaskan kemarahannya. Dia memahami Tesan. dalam hatinya Tesan berjanji akan memperlakukan Jason dengan baik dikemudian hari saat dia sudah bisa mengendalikan diri. Dia berjanji akan membayar semuanya untuk persahabatannya. Jika perlu seumur hidup.
            Tesan dan anak-anak lain masuk kedalam bus yang sudah menunggu mereka sejak tadi. Tidak seperti biasanya, keadaan didalam bus siang itu agak sepi. Anak-anak yang naik tidak sebanyak biasanya. Kebanyakan juga anak-anak kelas satu. Tesan memandang berkeliling sebelum duduk. Dia mencari-cari disemua sisi bis dari depan sampai belakang. Tidak ada tanda-tanda Emir atau pun Jian. Mereka tidak ada disini. Tapi bis nya sudah akan berangkat. Kemana mereka ? apa mereka tidak naik bis hari ini ? apa mereka pergi kesuatu tempat berduaan ?
            “ bagus juga ya, anak kelas 3 ikut kelas tambahan. Jadi kita tidak perlu berdesak-desakan “ ujar seorang siswi yang duduk didepan Tesan.
            “ iya, biasanya aku jarang duduk karena rumahku paling dekat. Tapi mulai hari ini aku bisa duduk “ sahut yang lain.
Jadi hari ini anak-anak kelas 3 ikut kelas tambahan. Itulah kenapa bis nya hari ini sepi dan Emir serta Jian tidak ada didalam bis. Bukan hanya mereka tapi anak-anak kelas 3 yang lain juga tidak ada didalam bis. Mereka semua tetap disekolah untuk ikut kelas tambahan karena sebentar lagi mereka akan UN. Bodoh sekali Tesan berpikiran yang tidak-tidak. Apa otaknya sudah mulai tidak beres sekarang ? sepanjang hari dia tak bisa berhenti memikirkan sepasang mantan kekasih yang tidak dia sukai itu. dan sampai sekarang dia masih belum bisa melepas pikiran apapun tentang mereka. Itu membuatnya marah lagi dan membenci segalanya yang dia temui. Dia bahkan membenci trotoar yang ia injak-injak sekarang. Ia membenci atap halte yang warna nya mulai kusam karena matahari. Ia juga membenci semua yang melihatnya. Ia membenci segala hal didunia ini termasuk dirinya sendiri. Dia benci menjadi orang yang penuh kebencian dan cacat emosi. Dia benci menjadi seorang pengecut yang bersembunyi dibalik emosinya. Dia membenci semua itu.
            “ setelah makan, kerjakan PR mu. I love u “
Pesan itu terabaikan begitu saja dilayar ponselnya. Bahkan setelah membukanya, Tesan tak berniat membacanya sama sekali. Dia hanya reflek melakukan itu saat ponselnya bergetar. Biasanya memang ibunya mengirim sms atau menelponnya di jam pulang sekolahnya. Sekedar mengingatkan agar Tesan makan atau mengerjakan PR. Kadang-kadang juga diselingi candaan dan kata-kata sayang dari seorang ibu kepada anak tunggalnya. Tesan berbaring diatas tempat tidurnya. Masih berseragam lengkap dan kaus kaki. Pandangannya menerawang ke langit-langit kamar yang sebenarnya kosong. Untuk pertama kali dalam hidupnya pikirannya terusik oleh orang lain. Pertama kali dalam hidupnya dia melihat orang lain di pikirannya. Ada orang lain selain ibu dan ayahnya. ada hal lain yang ia inginkan selain kedatangan ayahnya. ada hal lain. Ada sesuatu yang merangsek masuk menghancurkan pertahanannya sedikit demi sedikit. Tanpa ia mengerti sedikitpun semua ini tentang apa. Yang dia tau sekarang, dia tak bisa melenyapkan ingatan-ingatan tentang apa yang telah ia lewati dengan Jian dan Emir. Pikirannya terus berkutat disana. di hal-hal yang pernah terjadi antara mereka. Entah kenapa dia seperti terjebak disana. dia bahkan bukan hanya mengingat hal yang sudah terjadi. Tapi dia juga bisa melihat bagaimana hal yang belum terjadi diantara mereka dalam pikirannya. Terutama dengan Jian. Dia bisa membayangkan pertemuan yang canggung dengannya. pertemuan yang penuh luapan emosi dengannya. dan tiba-tiba dia merasa menyesal telah membuat Jian terlihat tidak berharga didepannya. Bagaimana bisa selama ini dia terlalu kaku, emosian dan sombong bukan main. Dia masih tidak mengerti. Ada sesuatu yang perih dihatinya. Tapi dia tidak mengerti itu apa dan kenapa.
            “ Tesan, Assalamualaikum “ suara ibunya diiringi suara klik pintu yang tertutup.
Tesan terlonjak. Ibunya sudah pulang kerja, artinya hari sudah sore. Tesan bahkan belum mengganti seragamnya dan berpindah dari tempat tidur sejak pulang sekolah. Tesan bangun dan berjalan keluar kamarnya. Rambut dan seragamnya berantakan karena seharian berbaring ditempat tidur. Dia menghampiri ibunya yang sekarang sedang memindahkan belanjaan dari kantong plastik ke dalam kulkas.
            “ mama sudah pulang ?” itu bukan pertanyaan, dia tau itu.
ibunya mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari belanjaan dan isi kulkas. Dia menaruh bungkusan sayura hijau dan tomat lalu menutup kulkas.
            “ kenapa rumah ini gelap sekali waktu mama pulang ? dan... ya ampun Tesan ! kau belum ganti baju ? apa kau juga baru pulang ?“ tanya ibunya heran melihat tampilan anaknya yang tidak biasanya di jam segitu. Biasanya Tesan menyambut ibunya pulang kerja dengan pakaian rapi dan wangi karena sudah mandi.
            “ aku ketiduran “ jawab Tesan.
            “ kau juga tidak makan ? nasi dan lauk nya masih utuh ! “ kata ibunya lagi. Tesan tersenyum pada ibunya yang mulai kecewa karena anak satu-satunya hari ini tidak melakukan tugasnya dengan baik. dia menghampiri ibunya dan memeluknya. Memeluknya dengan manja dan penuh kasih sayang.
            “ apalagi ini ? “ tanya ibunya
            “ jangan marah, aku minta maaf “ jawab Tesan
            “ jangan membuat mama khawatir. kau bisa tidur setelah makan. kenapa tidur begitu saja sampai lupa bangun ? kau tidak pernah seperti itu selama ini “
            “ karena aku jarang sekali seperti ini, makanya jangan marah “ kata Tesan lagi tanpa melepas pelukannya.
            “ mama tidak marah “ kata ibunya.
***

Pagi itu tampaknya tidak ada hal yang berbeda dengan hari biasanya di halte bis. Semua anak yang menunggu bis di halte itu juga masih sama saja dengan biasanya. Tidak ada yang berbeda kecuali sesuatu yang Tesan rasakan. Sesuatu yang aneh menyelinap lagi kehatinya pagi ini. tidak seperti biasanya dia gelisah karena menunggu seseorang. Berkali-kali dia melihat jam tangannya dan memastikan masih ada banyak waktu sampai orang itu muncul. Sebentar lagi bis sekolah mereka akan sampai dan membawa mereka ke sekolah. tapi, dia belum melihat Jian keluar dari gangnya. Dia menunggu Jian dengan gelisah dan berharap gadis itu datang sebelum bis tiba dan sepertinya itu berarti dia tak bisa melihatnya hari ini. (bersambung)

Selasa, 14 Juni 2016

Cerpen : Loser (Part 2)



.......Tesan mengibaskan lengannya, tapi orang-orang yang memeganginya terlalu kuat. Tesan menjerit minta dilepaskan. Tapi mereka tak mau melepaskannya dan menahannya sampai anak itu pergi meninggalkan kerumunan

Tesan memeluk buku-buku dan tasnya sambil berjalan terseok-seok menuju rumah. Almamaternya tersampir dibahu. Kotor dan bernoda darah. Keringat mengalir diwajah dan tubuhnya yang perih dan sakit. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian dihalte tadi. Bagaimana ia didorong jatuh dan diremehkan didepan semua orang. Mata itu, mata tajam itu tak akan pernah ia lupakan. Tatapan mengancam dan menusuk itu takkan pernah hilang dari ingatannya. Entah apa yang dipikirkan siswa kelas 3 itu. tapi Tesan merasa dia punya masalah pribadi dengan siswa itu mulai hari ini. ia akan mencari tau jika memang harus. Ia akan bertanya kalo memang itu perlu dilakukan.
       Tesan masuk kerumahnya yang kosong dan sepi. Ibunya pasti belum pulang kerja. Tesan langsung pergi mandi setelah mengunci pintu. Lalu dia mengobati luka-lukanya. Perih dan sakit, tapi tidak sesakit perasaannya. Tidak sesakit kemarahannya. Ia mengambil ponselnya dikamar dan berpikir untuk menelpon ibunya. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Ia sendirian dirumah ini dan ibunya satu-satunya orang yang bisa dan selalu ingin diajaknya bicara. Tesan masuk kekamarnya dan meraih tas diatas tempat tidur. Sesuatu yang asing mengalihkan perhatiannya dari meja disamping tempat tidur. Tesan menoleh mejanya. Disamping jam beker kuning ibunya, sebuah bungkusan kertas jagung teronggok disana diatas sebuah kotak. Tesan penasaran, benda apa itu ? kenapa ada dikamarnya ? seingatnya dia tidak punya benda bungkusan dan kotak seperti ini. dan dia tidak sedang menunggu paket dari siapapun. Lalu apa itu ? Tesan meraih bungkusan itu dan membaca tulisan diujung kanannya.
untuk Tesan. dari Papa!”
Papa ? jadi paket ini dari ayahnya. Tesan mengambil kotak dibawahnya dan tulisannya sama. Kotak itu juga dari ayahnya. Tiba-tiba hatinya mendidih lagi. Perasaannya jadi sakit lagi. Kenapa ayahnya terus-terusan mengirimkan barang-barang untuknya ? kenapa ayahnya selalu memberinya hadiah tanpa alasan ? daripada hadiah-hadiah yang dia kirimkan, Tesan lebih senang kalau ayahnya lah yang datang. Dia tidak butuh hadiah. Dia butuh ayahnya. Dia ingin ayahnya yang datang.
Dan sejak itu kemarahan demi kemarahan yang lain menyusul setiap harinya. siswa kelas 3 itu bahkan berani duduk dikursi yang biasa diduduki Tesan di bis. Dia juga terang-terangan mengatakan pada teman-temannya kalau orang yang biasa duduk dikursi itu adalah orang yang tak punya hati karena membiarkan orang lain berdiri sementara orang itu enak-enakan duduk. Tesan geram dan kesal karena tingkahnya. Dia meneriaki hampir semua orang yang tak sengaja menyenggolnya atau membuatnya kesal. Membuat mereka semakin memandangnya dengan tatapan mencela kemanapun dia pergi. Bahkan Jason juga terkena semburan panas bentakannya pagi itu ketika dia bercanda dan meninju Jason dari belakang.

       “ Hei.. aku tidak ingin menanyakan hal seperti ini padamu tapi... apa kau sedang PMS ? kau mengerikan, tau? “ ujar Jason dikantin pada jam istirahat. Tesan tak menjawabnya. Dia malah menyuapkan mi goreng banyak-banyak kemulutnya.
       “ dan itu kepalamu, apa luka itu yang membuatmu sangat pemarah hari ini ? “ tanya Jason lagi sambil menunjuk dahi Tesan yang berplaster. Tesan menelan gumpalan mi dimulutnya dan meneguk air langsung dari botol.
       “ sejak kapan kau ingin tau tentang aku ?” tanya Tesan pada Jason. Mata Jason melebar mendengar ini. mungkin dia juga baru menyadari kalau dia kedengaran seperti sedang menginterogasi maling.
       “ bukan itu maksudku. Aku hanya.... kau sedikit aneh hari ini. ada hal yang tidak kau ceritakan padaku. Aku tidak ingin tau apa-apa darimu tapi.. orang-orang berbicara tentangmu sepanjang waktu hari ini. bagaimana mungkin aku tak ingin tau, sedangkan kau sahabatku ” ujar Jason
       “ tanyakan saja pada mereka “ jawab Tesan singkat.
       “ yang benar saja. aku tidak perlu bertanya ke mereka. Semua orang sudah membicarakan ini setiap kali aku lewat. Kau memukul seorang anak kelas 3 ? mantan kekasih Kak Jian. Jadi itu benar ? “ ujar Jason.
       “ apa katamu ? “ Tesan tersentak
       “ kau berkelahi....”
       “ kekasih Kak Jian ? “ tanya Tesan
       “ mantan ! “ ralat Jason
       “ apa-apaan itu ? apa karena itu dia mencelakaiku ? hahh ? apa dia sedang cemburu padaku ?“ Tesan melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada udara kosong didepannya. Jason hanya bengong melihat Tesan memarahi udara diatas meja.
       “ untuk apa dia cemburu padamu ? “ tanya Jason kemudian. Tesan berhenti mengomel, lalu menoleh ke arah Jason. Ia memperhatikan ekspresi ingin tau Jason yang tidak biasa.
       “ Ahh.... ya ya “ ujar Jason kemudian. “ dia mungkin masih mencintai Jian, tapi Jian menyukaimu “ lanjutnya
       “ kau sudah banyak berubah, Jason. Sekarang kau bukan hanya ingin tau. Tapi juga sok tau. Apa sekarang kita harus berhenti berteman ? “ ujar Tesan. Jason bengong sesaat.
       “ ahh itu tidak benar. Kau juga sudah banyak berubah. Lihatlah dirimu ! sekarang semua orang membicarakanmu. Kau bahkan memukul kakak kelas. “ jawab Jason
       “ yah ! kurasa begitu “
Setelah menghabiskan makanan mereka. Jason dan Tesan berjalan kembali menuju ke kelas. Seperti yang Jason katakan, ketika mereka lewat hampir semua orang memandangi Tesan dengan rasa ingin tau dan berbisik-bisik. Tesan yang sudah terbiasa dengan hal itu, santai saja melewati mereka semua yang tak pernah dianggapnya. Apalagi dengan jason berjalan disampingnya seperti ini. dia lebih percaya diri. dia tidak akan kehilangan kekuatan apapun hanya karena mereka berbisik-bisik membicarakan keburukannya.
       “ Yang benar saja.. kau membela anak itu ? “ kata suara siswa laki-laki terdengar lantang dibalik pintu Lab. Kimia
       “ aku tidak membelanya, aku hanya ingin kau berhenti membuat masalah dengannya “ jawab suara lainnya, suara perempuan. kedengarannya tidak asing bagi Tesan. siswa laki-laki itu mendengus.
       “ masalah apa ? aku bahkan belum mulai “ jawabnya kemudian
       “ Emir, tolonglah ! jangan ganggu Tesan lagi. “ kata suara si perempuan dengan nada memohon. Tesan berhenti berjalan ketika mendengar namanya disebut. Jason juga ikut berhenti dibelakang Tesan. mereka terpaku tak jauh dari pintu Lab.
       “ apa kau pernah dengar ada nama Tesan selain aku disekolah ini ?” tanyan Tesan pada Jason
       “ kurasa tidak “ jawab Jason
       “ kalau begitu apa itu tentang aku ? “ tanya Tesan
       “ kan sudah kukatakan kalau semua orang sedang membicarakanmu. Biar kuperjelas ! ini semua tentang Keanehanmu, kekasaranmu, kesialanmu dan keberanianmu memukul orang lain “ jawab Jason.
       “ bukan itu yang kumaksud ! “
       “ lalu apa ? “ tanya Jason. Tesan nyaris saja menginjak kaki Jason saking kesalnya tapi pintu Lab. Kimia tiba-tiba terbuka dan mereka berdua terkejut bersamaan. Jian keluar ruangan diikuti siswa kelas 3 yang kemarin Tesan pukul. Sudah terlambat untuk lari atau bahkan pura-pura tidak tau. Lagipula Tesan masih ada urusan dengan anak kelas 3 yang tadi disebut Emir oleh Jian. Jadi kenapa tidak sekalian saja mereka selesaikan.
       “ apa ini ? anak kelas 2 menguping pembicaraan orang lain ? dasar tidak sopan ! “ ujar Emir yang berdiri disamping Jian. Jian hanya menghela nafas menyesal mendengar kata-kata Emir.
       “ kami tidak bermaksud menguping apa-apa “ jawab Jason
       “ benarkah ? bukankah temanmu itu tertarik karena namanya disebut-sebut oleh Jian ? kurasa dia ingin tau ada apa..“ kata Emir mengungkapkan isi pikiran Tesan.
       “ karena kau sudah tau, kenapa kau tidak menjawabnya sekalian. Aku memang ingin tau. Apakah aku sedang dilibatkan dalam urusan cinta kalian berdua atau apa ? aku sangat ingin tau.. “ ujar Tesan.
       “ tidak ada kisah cinta disini “ ujar Jian
       “ ini memang kisah cinta..” ujar Emir
       “ Emir, ini sudah berakhir ! “ tegas Jian
       “ aku hanya ingin memberi tahumu satu hal. bahwa kau tidak seharusnya masuk kedalam kisah cinta kami ! “ ujar Emir. Setelah itu dia pergi meninggalkan mereka bertiga.
Jian masih berdiri terpaku ditempatnya tanpa bergerak. Tesan dan Jason saling menatap.
       “ kisah cinta apaan ? “ tanya Jason
       “ kurasa kisah cinta mereka berdua” jawab Tesan “ tapi apa maksudnya aku tidak seharusnya masuk kedalam kisah mereka ? Sedikitpun aku tak berselera untuk masuk kedalam kisah cinta orang sepertinya. Benar-benar buang waktu “
       “ apa kau memang sekasar itu ? “ tanya Jian kemudian. Matanya berkaca-kaca sekarang.
       “ apa memang begitu kepribadianmu ? kukira selama ini kau lebih baik dari Emir. Tapi sepertinya kau sama buruknya dengan dia “ kata Jian
       “ jangan membanding-bandingkan aku dengan dia. dan kau tak punya hak untuk mengomentari kepribadian orang lain. Urus saja kepribadianmu sendiri. “ ujar Tesan. mata Jian melebar mendengarnya. lalu gadis itu pergi sambil mengusap ujung matanya.
***
Jian.
       Jika ada yang bisa menggantikan suara kasar itu, Jian akan melakukan segalanya. Jika saja suara bentakan itu tak mengagetkannya pagi itu, Jian akan melakukan apa saja untuk menghargainya. Tapi semuanya sungguh diluar dugaan. Semuanya keluar dan menjauh dari jalur perkiraan yang Jian pikirkan. Ia tidak mengerti. Benar-benar tidak paham dengan situasi yang tiba-tiba menjadi sangat memalukan dan menyedihkan.
Pagi itu Jian sudah menunggunya sekitar hampir setengah jam. Sebenarnya dia tau kalau anak kelas 2 itu hanya datang tepat jam 7, tapi Jian datang lebih cepat untuk memastikan dia tidak didului. Jian menunggu dengan sabar dan penuh harapan. Sebuah kotak plastik transparan berisi beberapa kue cokelat dan donat gula tergenggam ditangannya. Makanan manis dipagi hari bisa membuat harimu lebih baik. Jian ingin memberikannya pada Tesan, anak kelas 2 yang tinggal di gang dekat halte bis. Anak itu kelihatan kesepian selama ini. dia selalu menyendiri dan tidak bicara dengan siapapun. Jian pernah mendengar rumor tentang ibunya yang istri simpanan, tapi itu dulu. sekarang semuanya kelihatan normal dan baik-baik saja. seminggu yang lalu, anak itu tanpa sengaja menyandarkan kepalanya tertidur dibahu Jian waktu di bis pulang sekolah. awalnya Jian ingin mengusirnya, melempar kepalanya ke tembok bis karena dia sudah kurang ajar. Tapi Jian tidak melakukannya. Karena wajahnya. Bukan karena dia kelihatan tampan. Yaa , Jian mengakui dalam hatinya kalau anak itu cukup tampan. Tapi satu hal yang ia temukan saat anak itu terpejam dibahunya adalah kedamaian. Saat sedang tidak tidur, Tesan adalah anak yang pendiam, sedikit angkuh dan cuek pada siapapun. Dia bahkan tidak pernah membagi tempat duduknya di bis. Raut wajahnya dingin dan keras. Dia juga tidak bicara dan ngobrol apalagi tertawa dengan siapapun. Dia seperti orang yang ada, tapi tak ada. Dia tidak mempedulikan siapapun. Dan saat dia tertidur, semua keangkuhan diwajahnya menghilang. Dia terlihat begitu polos dan damai bahkan dalam tidur singkatnya. Dan sejak itulah Jian mulai tertarik padanya. Ia yakin ada sesuatu yang baik didalam diri anak itu. ada sesuatu yang sebenarnya lembut dan manis dihati kecilnya. karena itulah, setiap hari Jian selalu berusaha menyapanya. Selalu berusaha agar Tesan tau kalau dia tidak sendiri didunia ini. tidak perlu menyembunyikan segalanya dibalik wajah angkuh itu. tapi sepertinya tidak mudah. Tesan tak menanggapi sapaannya sama sekali. Kecuali tatapan angkuh itu juga bisa disebut balasan dari sapaannya. Disekolah, mungkin selama ini Jian hanya tak pernah memperhatikannya tapi hari itu Jian melihat Tesan ngobrol dan tertawa dengan seseorang. Sepertinya itu pertama kalinya Jian melihat Tesan dengan wajah ceria. Selama ini dia terlalu sibuk dengan Emir sampai tidak menyadarinya.
       “ Tesan ! “ Jian akhirnya melihatnya. Dia baru saja keluar dari gangnya. Dia mengenakan almamater sekolah dan menggendong tas nya dibelakang. Rambutnya disisir rapi kepinggir. Alisnya, selalu ada kerutan disekitarnya karena dia mempertahankan wajah tanpa senyum. Dan matanya, sendu dengan bulu mata lebat dan bola mata bening. Sebenarnya, Dia luar biasa tampan.
       “ Tesan, aku sudah menunggumu dari tadi “ kata Jian sambil berjalan mendekatinya. Tesan memalingkan tubuhnya dan membelakangi Jian. Entah dia tidak menyadari keberadaan Jian atau dia hanya ingin mengabaikan Jian seperti dia mengabaikan yang lain. Tapi Jian tidak menyerah. Dia membuat kue-kue itu dengan tangannya sendiri. Dia tetap berharap kue-kue nya bisa memberi perasaan yang baik pada Tesan.
       “ Tesan, aku bicara denganmu. kau tidak mendengarku ? “ ujar Jian lagi saat Tesan tetap tak menoleh ke arahnya.
       “ Tesan, hei.. “ Jian menepuk bahunya dan berharap Tesan akan menoleh. Tapi sepertinya dia melakukan kesalahan. Lalu semuanya terjadi tiba-tiba. Tesan menoleh secara mengejutkan dan..
       “ APA ?? JANGAN MENGGANGGUKU ! PERGI DAN TINGGALKAN AKU SENDIRI !! “ bentak Tesan pada Jian.
Hari itu rasanya Jian bernafas dengan benar. Bangun dari mimpi dengan benar dan berfikir dengan baik tanpa terburu-buru. Tapi sepertinya semuanya tetap ada yang salah. Anak itu bahkan membentaknya didepan semua orang. Jian nyaris melepaskan tangan dari kotak kuenya. Ia tak tau harus berkata apa. Semua orang sedang menatap mereka berdua. Bahkan dari ekor matanya, Jian bisa merasakan Emir sedang mengawasinya.
       “ apa salahku ? aku hanya ingin menawarimu kue. Kalau kau tidak mau aku juga tidak akan memaksa. Tidak perlu membentakku seperti itu “ kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Jian. Tesan hanya diam dan menatapnya tajam penuh kebencian. Setelah itu, anak itu masuk kedalam bis tanpa menoleh pada Jian sedikitpun. Seharian itu Jian tak bisa berkonsentrasi dengan pelajarannya. Teman-temannya terus-terusan membahas kejadian pagi itu dan bertanya pada Jian apa yang sedang Jian rencanakan ? apakah Jian menyukai anak itu ? apa Jian gila, kenapa dia menyukainya ? dan kenapa anak itu malah membentaknya ?
Pertanyaan serupa juga datang dari Emir, mantan kekasihnya. Mereka putus sekitar sebulan yang lalu. tapi kelihatannya hanya Jian yang menganggap mereka sudah putus. Emir tetap seperti biasa. Tetap ingin tau dan mencoba mengendalikan Jian.
       “ apa kau yakin tidak ingin mengatakan apapun padaku ? “ tany Emir setelah pertanyaan-pertanyaannya tentang kejadian pagi itu diabaikan Jian.
       “ memangnya apa lagi yang bisa aku katakan padamu ? “ Jian bertanya balik
       “ Jian, jangan menyiksa dirimu sendiri. Aku tau ada yang tidak beres diantara kau dan anak itu “ ujar Emir
       “ tolonglah jangan sok tau, Emir “ kata Jian
       “ apa kau mau aku memukulnya ? satu atau dua pukulan, agar dia tau bagaimana sakitnya ? “ tanya Emir
       “ apa yang kau katakan ? aku tidak butuh bantuanmu sama sekali. Aku baik-baik saja dan jangan ganggu aku “ marah Jian
       “ baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi sekarang ! “ Emir pergi setelah mengatakan itu. tapi tetap saja segalanya terasa rumit bagi Jian. Emir membuat Tesan jatuh dari Bis dan Tesan memukul wajah Emir. Tanpa tau apa yang sedang terjadi, Tesan memiliki satu musuh tak terduga. Dan Emir tetap berkeras kalau dia tidak melakukan apapun. Dia bahkan tidak membalas pukulan Tesan.
       “ belum “ ujar Emir “ belum saatnya aku membalasnya. Suatu hari nanti dia akan menerima 10 kali lipat dari yang dia alami kemarin. Dia akan membayar semuanya “
       “ membayar untuk apa ? jangan ganggu dia “ ujar Jian
       “ karena dia sudah melukai perasaanmu. Aku tidak akan diam saja kalau kau terluka. “
       “ aku baik-baik saja ! “
       “ dan karena kau menyukainya ! “
       “ itu bukan salahnya, Emir. Aku bahkan tidak mengatakan kalau aku menyukainya kan ? kenapa kau keras kepala sekali sih ? “
       “ kita lihat saja nanti ! “
Aahhh Stress ! Emir tetap saja mempertahankan sikap Egoisnya. Sepertinya dia memang berniat untuk membuat masalah dengan Tesan. dan Tesan, tetap dengan sikap angkuhnya dan menganggap semua orang sampah yang bau. Bagaimana bisa ada orang-orang seperti mereka didunia ini ? entahlah ! Jian tak sanggup lagi berfikir. ini mungkin memang salahnya. Salahnya karena berani bertindak lebih jauh pada anak itu. selama ini memang dia tidak pernah benar-benar berjuang menaklukan hati seseorang. Dia bisa menyentuh hati mereka dengan mudahnya. Tapi berbeda dengan Tesan. bahkan untuk berteman dengannya pun rasanya sangat mustahil.
Jian melempar tasnya ke tumpukan kasur diujung kamar kos. Lalu dia duduk dengan setengah tubuhnya menelungkup dimeja pendek ditengah-tengah ruangan.
       “ apa-apaan ini ? “ Juna muncul dari luar sambil menenteng kantong plastik. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan, Tas dan sepatu Jian diletakkan sembarangan. Juna  melihat adiknya menelungkup di meja.
       “ hei, jangan pura-pura mati begitu. Aku tidak punya uang untuk membelikanmu makan siang, pulang saja sana ! “ usir Juna.
       “ Kak ! “ panggil Jian dengan lemas tanpa bergerak.
       “ apa ? kau lapar ya ? sudah kubilang aku sedang tidak punya uang “ jawab Juna sambil memasukan air mineral kedalam kulkas. Jian diam saja dan tetap tidak bergerak. Dia tidak tau harus mengatakan apa pada kakaknya. Tidak tau apakah dia harus bercerita atau tidak. Dia sendiri tidak menemukan cara untuk menceritakannya. Jian bangkit duduk dan mengawasi Kakaknya yang sekarang sibuk dengan kardus mi instan kosong. Juna memang tinggal sendirian di kamar kos kecil ini. dia memilih tinggal di kos daripada pulang kerumah karena jarak antara rumah dan tempat kerjanya terlalu jauh. Kadang-kadang Juna pulang kalau hari minggu. Dan terkadang Jian dan orang tuanya yang mengunjungi Juna.
       “ kau yakin tidak mau pulang ? sebentar lagi aku harus pergi kerja “ kata Juna lagi.
Jian berdiri dan berjalan menghampiri kakaknya. Juna tersenyum mengejek melihat adiknya, ia hampir bisa membaca pikirannya.
       “ kau sedang jadin gadis rusuh lagi ya ? “ tanya Juna
       “ apa aku serusuh itu ? “ tanya Jian sambil duduk diatas kardus mi instan yang sudah dilipat.
       “ yaa, kadang-kadang kau sangat berbahaya. Otakmu yang terburu-buru itu bisa membuat banyak kesalahan dalam sekejap. Kau masih ingat kan waktu kecil dulu ? karena tidak sabaran ingin menonton film kartun kesukaanmu, kau malah membuat Tv kita rusak. “ kata Juna
       “ Tv nya kupukul dengan sapu “ Jian mengenang sambil tersenyum.
       “ waktu SMP, kau minta dibelikan ponsel kamera seharga 1jt hari itu juga. padahal 2 hari kemudian ada diskon 20% untuk setiap pembelian ponsel kamera. “
       “ kita rugi 200 ribu “
Juna benar. Sejak kecil, Jian memang selalu terburu-buru mengambil keputusan. Sikap tidak sabarannya selalu membuatnya menyesal kemudian. Termasuk kisah cintanya dengan Emir. Dan akhirnya dia terjebak dalam kehidupan Emir. Dalam sikap suka ikut campurnya yang tak bisa dikendalikan. Ia benar-benar sudah tidak tau lagi harus bagaimana. Bahkan setelah putus dengannya pun, Emir masih tetap mengawasinya.
       “ darimana kamu ? kenapa baru pulang ?“ tanya ibunya saat Jian masuk kerumah
       “ dari rumah Kakak, tapi dia harus pergi kerja jadi aku diusir “
       “ harusnya menelpon dulu. tadi Emir datang mencarimu “ kata ibunya lagi
       “ biarkan saja “
       “ wajahnya babak belur begitu, dia pasti habis berkelahi kan?. Anak itu memang keras kepala. Ibu sudah katakan dari dulu kalau Emir itu kelihatan kasar dan jangan pacaran dengannya “ kata ibunya
       “ apa tadi ibu bilang ? babak belur ?“
       “ memangnya kau tidak tau ? “ tanya ibunya.
Jian membuka paksa tas nya dan mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Emir dan menyentuh gambar telpon hijau. Beberapa detik kemudian..
       “ Halo.. “
       “ Dimana kau ? “
       “ Jian, kau sudah pulang ? “
       “ jangan banyak tanya, temui aku sekarang ! “ teriak Jian.
       “ ya ampun, kenapa harus teriak sih ? aku di halte sekarang “ jawab Emir
Jian mematikan ponselnya dan berlari keluar rumah. dia bahkan tidak berpamitan lagi kepada ibunya yang sekarang teriak-teriak menyuruhnya kembali. Langkahnya yang berat menyadarkannya kalau dia belum melepas sepatu sekolahnya. Dia benci memakai sepatu sekolah. dia memiliki kaki yang kecil jadi sepatu itu terasa berat dikakinya. Jian sampai diujung gang dengan nafas terengah-engah. Dia sendiri tidak yakin kenapa dia harus berlari. Bukankah Emir tidak akan pergi sebelum dia datang ? dia sedang mengejar Emir kan ? bukan Tesan. tapi dia tetap berlari dengan sisa tenaganya menuju halte. Dan melemparkan tubuhnya kebangku halte begitu dia sampai. Emir sedang duduk diujung bangku halte. Satu tangannya memegangi bungkusan kain basah dan menetes yang ditempelkan dipelipisnya.
       “ kenapa lari-lari sih ? “ tanya Emir santai sambil terus mengompres kepalanya.
Jian duduk disampingnya dan mengatur nafas sambil memegangi perutnya. Emir terkekeh pelan, meraih buku tulis ditasnya dan mengipasi Jian. Dia sangat menikmati memandangi Jian dari sampingnya. Tapi Jian merebut bukunya dengan kasar dan mengipasi dirinya sendiri. Emir masih memandanginya, tersenyum.
       “ apa kau berkelahi dengan anak itu ? “ tanya Jian
       “ iya, aku menang ! “ jawab Emir bangga sambil mengerlingkan sebelah matanya.
       “ kenapa kau melakukannya ? “ teriak Jian. Emir berhenti tersenyum.
       “ kenapa harus teriak ? “
       “ kenapa kau berkelahi dengan Tesan ? kenapa kau melakukannya ? sudah kukatakan dia tidak tau apa-apa ! tapi kenapa kau tetap berkelahi dengannya ? “ Jian sampai menangis saking marahnya. Dia bahkan tidak hanya meneriaki Emir, tapi juga memukuli lengan dan tubuh Emir dengan sisa tenaganya yang lemah. Dia sangat marah sampai tidak sadar melakukan itu dihate pinggir jalan raya. Dan ketika dia menyadarinya, sudah terlambat. Semua orang sedang menoleh kearahnya. Menonton dia memukuli Emir dengan tangan lemahnya.
Jian berlari meninggalkan Emir yang masih ber “aw-aw” di bangku halte. Tanpa berpikir lagi Jian masuk kedalam gang yang paling dekat dengan halte. Sambil berjalan, dia merapikan seragam dan rambutnya yang sekarang acak-acakan karena mengamuk. Tubuhnya gemetar dan jantungnya berdebar sangat kencang. Dia tidak sadar kalau tadi dia sangat marah pada Emir. Bagaimana bisa Emir melakukan itu pada Tesan ? apa kata Tesan nanti kalau dia harus terluka parah dipukuli Emir gara-gara Jian ? apalagi sekarang Tesan tau kalau Jian menyukainya. Tesan pasti akan sangat marah padanya. Tesan mungkin akan meneriakinya lagi besok dihalte bis. Ohh Tidak !
Jian membelok kekanan dan melihat rumah bercat kuning pucat tak jauh dari tempatnya. Itu rumah Tesan. dia belum pernah kesana tapi dia tau itu rumahnya. Dia pernah melihat Tesan kecil disana waktu mereka masih SMP. 3 rumah kekanan dari rumah Tesan adalah rumah Cindy, teman SD nya. Dulu Jian sering kerumah Cindy, dan Jian mengetahui semua tentang Tesan dan keluarganya dari ibunya Cindy.
Jian melangkah ragu-ragu didepan rumah itu. berpikir untuk pulang saja. tapi dia penasaran dengan keadaan Tesan. sudah terlanjur dia lari ke gang ini, sekalian saja dia tau keadaan Tesan. lagipula ini juga salahnya kan. Kalau saja dia tak membuat Tesan meneriakinya waktu itu, seandainya dia bisa lebih tegar dan tak kelihatan menyedihkan. Pasti Emir tidak akan melakukan semua ini.
Tok tok tok..
Jian mulai mengetuk pintu. Tubuhnya masih gemetar dan dia masih tidak tau mau berkata apa jika dia bertemu Tesan nanti. tapi dia tetap mengetuk pintu. Gagang pintu bergerak. Suara klak klik kunci pintu diputar dan pintu pun terbuka. Sosok Lelaki remaja kurus tinggi dengan wajah ramah muncul dibalik pintu. Jian terkejut, itu bukan Tesan. selama sepersekian detik Jian berfikir kalau dia salah rumah dan sebaiknya cepat-cepat pergi sebelum dia malu lebih jauh. tapi kemudian anak itu menyebut namanya. Jian memperhatikan, dia juga memakai seragam SMA nya.
       “ Kak Jian ! ada apa ? “
       “ aku....aa.. sebenarnya aku... “ Jian gugup.
       “ mencari Tesan ya ? “ tanya anak itu. Jian tersentak. Bagaimana anak ini tau ?
       “ ayo masuk ! Tesan ada didalam “ kata Anak itu sambil membuka pintu lebar-lebar. Jadi benar ini rumahnya.
       “ ahh sebentar.... siapa namamu ? “ tanya Jian
       “ aku Jason “ ujar Jason mengulurkan tangan. Jian menyalaminya.
       “ Ehm Jason, bisa kita bicara disini saja ? “ ujar Jian ragu-ragu
       “ kenapa ? “ tanya anak itu
       “ tidak apa-apa. Aku cuma mau tanya apa Tesan baik-baik saja ? “
       “ maaf, apa ? “ Jason bertanya
       “ Tesan, apakah dia baik-baik saja ? “ tanya Jian lagi.
       “ Tesan ? “
       “ yaa.. “
       “ sebenarnya dia tidak baik-baik saja, tapi dia selalu bilang kalau dia baik-baik saja. agak kurang jujur menurutku, tapi itu pasti agar tidak ada yang khawatir“ jawab Jason.
Ya Ampun ! jadi itu benar ? Tesan sedang terluka. Sekarang setelah tau, Jian bingung apa yang harus dia lakukan ?
       “ apa lukanya parah ? “
       “ apanya ? Jason bertanya balik. Saat ini Jian sudah jengkel kepada Jason yang terus-terusan memintanya mengulang pertanyaan. Anak ini sepertinya memiliki gangguan pendengaran atau semacamnya.
       “ sedang apa kau, Jas ? “ suara seseorang dari dalam rumah. Jason menoleh kedalam rumah dan menjawab kalau sedang ada tamu. Jian sendiri membeku didepan pintu mendengar itu, tampilannya dari dalam terhalangi oleh Jason. Itu suara Tesan. apa yang akan dia katakan pada Tesan ? apa yang harus dia lakukan ? dia ingin berbalik dan lari tapi itu akan kelihatan aneh kalau dia lari tanpa pamit seperti maling.
       “ siapa yang kau maksud ? “ kepala Tesan muncul diatas bahu Jason. Matanya melebar begitu melihat Jian. Bagitu juga Jian, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Bahkan lebih cepat dari saat Tesan membentaknya waktu itu. (bersambung)


Cerpen : Loser (Part 1)


Tesan.
Apa seseorang akan menjadi lebih baik setelah dia jatuh cinta ? apa benar yang orang-orang katakan ? kalau cinta bisa merubah segalanya ! apa itu benar ? ada banyak penyataan tentang cinta yang pernah ia dengar dari semua orang. Cinta itu buta, cinta itu rumit, cinta itu anugerah, cinta itu penyatuan dua perasaan dari dua insan yang berbeda, cinta itu segalanya tentang kesedihan dan kebahagiaan, cinta itu ini dan itu dan macam-macam dan seperti itu seterusnya. Tapi hanya satu yang ia pelajari tentang cinta dari orang-orang yang hidup bersamanya selama lebih dari 16 tahun. Bahwa cinta itu kesakitan yang tak terucap. Cinta yang dia kenali tidak buta, tapi dia berpura-pura tidak melihat kesalahan yang terjadi. Cinta yang dia kenali tidak lumpuh, tapi dia berpura-pura tidak merasakan sakitnya tertusuk pisau dikakinya. Cinta yang dia kenali bukan penyatuan perasaan dua insan, tapi hanya ada satu perasaan paling besar yang pernah ia tau. Perasaan yang teramat besar sampai bisa menutupi dan membuatnya berpura-pura kalau dia tidak terluka ! itulah cinta yang dia tau. Itulah cinta yang dia kenali selama ini. betapa bodohnya menjadi orang yang jatuh kedalam perangkap cinta. Terlebih jika harus menumbuhkan cinta itu sendirian sementara ada orang lain bersamanya. Bukankah lebih mudah untuk pergi dan mencari hal lain ? bukankah membosankan membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak pernah sama sekali menghargai usahanya ? tapi mungkin itulah cinta ! hal yang tak pernah ingin ia sentuh dan ia kenali lebih jauh. Cinta itu terlalu menyakitkan untuk didekati. Ia bahkan tak pernah bermimpi untuk memulainya.
       Nit-nit nit-nit nit-nit nit-nit.....
Satu-satunya hal yang paling ia benci dipagi buta adalah suara jam beker di samping tempat tidurnya. Ia tidak tau bagaimana caranya jam-jam itu bisa kembali kekamarnya dan mengganggunya setiap pukul setengah 6 pagi. Bukankah ia sudah memusnahkan satu jam beker setiap paginya ? yang terakhir kemarin dia sudah membuang yang motif Angry Bird ke kantong sampah tetangga sambil berjalan pergi kesekolah. Tapi pagi ini sudah ada jam yang lain lagi. Sebenarnya ia ingin membanting jam beker plastiknya yang baru ini. tapi dia tak tega melakukannya. Melihat warna kuning cerahnya, ini mungkin milik ibunya. Ia tak akan tega melakukan sesuatu yang melukai hati ibunya. Walaupun ibunya pasti akan tetap memilihnya dari pada jam beker kuning cerah itu. tapi tetap saja, dia tidak bisa melakukannya.
Setelah menekan tombol off pada alarmnya, dia meraih handuk dan pergi keluar kamar. Suasana diluar masih setengah gelap. Matahari masih belum bangun sepenuhnya. Terbukti dari ruang tamu dan kamarnya yang dibiarkan gelap, hanya cahaya redup dan remang-remang yang menyinari ruangan itu melalui ventilasi jendela. Dia menarik semua tirai yang menutupi kaca-kaca jendela ruang tamu dan membuka bingkainya lebar-lebar. Udara dingin masuk menerpa tubuhnya. Sepertinya itu memberi tahunya kalau masih terlalu dingin untuk mandi. Karena dia melemparkan handuknya sembarangan ke sofa dan mulai membuka semua jendela dan pintu-pintu dirumah itu.
       “ Tesan ! kenapa kau membuka semua pintu dan jendela ? ini masih terlalu gelap, nak. Nanti Nyamuk-nyamuk bisa masuk. Kau tau kan nyamuk-nyamuk Aides Agaepti berkeliaran dipagi buta seperti ini ! ” ujar ibunya dari dapur.
       “ Tenang saja ma, tidak akan ada nyamuk yang berani masuk. Aku akan menghadang mereka semua “ jawabnya sambil menghampiri ibunya.
       “ kau pikir nyamuk-nyamuk itu takut padamu ? “ ibunya bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari potongan-potongan tipis wortel ditangannya.
       “ tidak juga ! tapi mereka takut dengan ini “ jawabnya mantap. Ibunya mendongak penasaran. Tesan mengacungkan raket nyamuk dan kemudian memeganginya dengan kedua tangan seolah-olah dia adalah atlit Tenis berbakat. Ibunya tak bisa menahan tawa. Dia mengayunkan raketnya disekitar dapur dengan gaya antara pemain tenis dan pemain pedang berbakat. Tas tas tas tas tas tas ! suara-suara letusan kecil dan percikan cahaya putih kuning menebarkan bau terbakar yang menyengat.
       “ sudah hentikan ! kau akan membuatku memasak capcay nyamuk kalau begini “ ujar ibunya
       “ apa itu enak ? “
       “ apa kau mau mencicipinya ? kalau begitu teruskan saja. Mama akan memberimu hadiah kalau kau sanggup menghabiskan sepiring capcay nyamuk pagi ini “ kata ibunya
       “ oh tidak, terima kasih nyonya ! silahkan melanjutkan acara masak yang ditayangkan eksklusif ini. aku akan menjadi juru kamera kalau begitu ! “ Tesan meraih termos kosong dimeja dan mengangkatnya didepan mata kanannya, seolah-olah itu kamera.
       “ ditayangkan dimana ini ? “ tanya ibunya
       “ Tv negara tetangga “ jawabnya
       “ kenapa ? “
       “ karena orang-orang di negeri tetangga tidak mengenali kita. Mereka akan menonton tanpa tau siapa mama “
       “ lalu dinegeri ini ? “
       “ aku lahir dan hidup, bersekolah dan berkeliaran sebagai anak negeri ini. lebih dari seratus pasang mata pernah melihatku tinggal disini. Mereka yang tau siapa aku, siapa ayahku, siapa kita, aku tidak suka dengan cara orang-orang melihat kita “ ujarnya tanpa sadar menurunkan termosnya terlalu keras dan hampir menjatuhkannya.
Tapi termos itu tidak penting lagi sekarang. Karena ibunya telah melepaskan pisaunya dan sedang memeluknya sekarang. Tesan tau, dia sudah sangat keterlaluan sepagi ini sampai dia harus menerima tepukan dipunggungnya. Ia tau harusnya ia tak terhanyut dalam leluconnya sendiri. Harusnya ia tidak mengatakan hal-hal sensitif seperti ini. karena sekarang ibunya mulai menangis dibelakang telinganya.
       “ jangan menyakiti dirimu sendiri ! jangan memikirkan hal-hal yang dapat menyakiti hatimu sendiri. Kau seorang lelaki. Suatu hari nanti kau akan dewasa. Kau bisa belajar dan memahami segalanya dari hidup yang kita alami. Ambil hikmah dari semua ini. jangan jadi pendendam. Lelaki sejati tidak menyimpan dendam “ bisik ibunya sambil tetap memeluknya erat. Ia mengangguk dengan berat hati. Tidak tau apakah ibunya bisa melihatnya tapi dia hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun.
       “ mama ! “ katanya kemudian
       “ ya, sayang ! ” ibunya melepas pelukannya
       “ jangan mengusap mata dengan tanganmu “ ujar Tesan
       “ kenapa ? “
       “ tangan mama bau bawang “
       “ ahh.. “ Tesan memang benar, tapi ibunya tetap tak bisa tahan untuk tidak tertawa.
Dengan jari-jarinya Tesan mengusap wajah ibunya. Menghapus air mata yang membasahi wajah tuanya. Sebenarnya ia lebih suka wajah itu tanpa air mata. karena wajah itu selalu dihiasi senyuman menawan sepanjang waktu seumur hidupnya. Jadi air mata setetespun tak pantas mengalir diwajahnya. Sekalipun Tesan sendiri lah yang membuat air mata itu menetes kali ini. kesalahannya ! kesedihannya dan ketidaktahuannya tentang mengungkapkan kata-kata yang membuat ibunya menangis.
       Setengah 7 pag, makanan sarapan menunggu Tesan dimeja makan. ibunya mengaduk susu digelas dan meletakan disalah satu sisi meja. Tesan keluar dari kamarnya, menenteng tas sekolahnya dibahu. Jaket dan sepatu di masing-masing tangannya. Kemudian duduk disisi meja yang ada susunya.
       “ sarapan ! makan nasi dan habiskan susumu ! “ kata ibunya sambil menyendok nasi kedalam piring didepannya.
       “ oke ! “
Selesai makan Tesan mencium ibunya dan bergegas pergi kejalan raya untuk menunggu bis sekolah. sebentar lagi jam 7, waktunya bisa tepat kalau dia berlari dari dalam gang ini kejalan raya. Jadi dia setengah berlari menuju jalan raya dan mendapati segerombolan anak SMA satu sekolahnya yang tinggal didaerah itu sedang menunggu di halte bis. Ia segera bergabung dengan mereka. Hal yang dulu sangat sulit dilakukan. Sebenarnya Ia tidak pernah suka bergabung dalam gerombolan anak-anak seperti ini. apalagi, anak-anak dilingkungan sekitar rumahnya. Dia tidak nyaman berada disekitar orang-orang yang mengetahui latar belakangnya. Kalau dia bisa mengubah wajah sesuka hatinya, ia akan melakukannya. Ia akan memakai wajah siapa saja asal jangan wajahnya sendiri. Tapi sekarang sepertinya tidak apa-apa, karena semua anak mengabaikannya.
       “ Tesan ! “ seorang gadis menyebut namanya dan melambai padanya diantara anak-anak lain diujung gerombolan. Tesan buru-buru melihat ke arah lain. Gadis itu jelas melambai padanya dan menyebut namanya, tapi Tesan pura-pura dia tidak mendengar dan melihat apapun. Keinginannya untuk tidak terlihat oleh siapapun dipatahkan oleh gadis itu. dari sekian banyak orang yang mengabaikannya, gadis itu satu-satunya yang menganggap dia kasat mata. dan dia tidak menyukai itu. dia lebih suka mereka mengabaikannya. Dia tidak suka banyak bicara dengan orang-orang disekitar rumahnya. Orang-orang yang mengetahui latar belakang keluarganya.
       “ dia memanggilmu lagi, kakak itu ? “ tanya Jason, teman sebangkunya saat dia menceritakan kekesalannya.
Jason, adalah pengecualian diantara anak-anak lain disekolah atau bahkan diseluruh tempat dimana orang-orang mengenalnya. Dia tidak pernah bertanya seperti apa keluarganya, meskipun ia yakin Jason mengetahui semuanya dari orang lain. Tapi dia lega, Jason tidak pernah menanyakan apa-apa tentang keluarganya. Ia hanya sibuk menjadi sahabatnya, teman sebangkunya, teman membagi segalanya. Mereka sudah berteman sejak sama-sama menjadi murid baru disekolah. Kepribadian Tesan yang menutup diri dari siapapun membuatnya tidak memiliki teman sebangku dihari pertama sekolah dan Jason yang ketinggalan bis sehingga datang terlambat, tak ada pilihan lain selain duduk disebelah anak lelaki pendiam dan paling tidak menunjukkan kepeduliannya. Meskipun mereka melalui jam-jam kelas yang sulit karena tidak saling bicara selama beberapa minggu sekolah. Toh, akhirnya saat itu datang juga. Jason memang bukan anak yang ingin tau seperti anak lainya. Dia hanya memandang sesuatu seperti apa yang ada didepan matanya tanpa ingin tau lebih lanjut apa yang terjadi. Ia lebih suka menggambari bukunya daripada mencari tau arti kata “ Experience is the best Teacher “ yang tertulis disampul bukunya. Ia lebih suka bermain basket ketimbang mengetahui berapa meter luas sebuah lapangan basket. Dan ia lebih suka Tesan menjadi temannya, tertawa bersamanya dan membagi jawaban soal ujian dengannya daripada mengetahui lebih lanjut seperti apa keluarga Tesan sebenarnya. Dan Tesan menyukai cara berfikirnya. Sikap tidak mau taunya membuat Tesan tidak menarik diri secara alami terhadapnya. Dan begitulah mereka bisa menjadi teman baik selama setahun lebih.
       “ jadi dia memanggilmu lagi, kakak itu ? “ tanya Jason
       “ dia bahkan melambai-lambaikan tangannya padaku “ ujar Tesan kesal
       “ itu karena dia mengenalmu “
       “ tapi aku tidak ingin dia mengenalku “ kata Tesan
       “ dia tinggal dilingkungan yang sama denganmu “
       “ apa aku pindah saja ? “ tanya Tesan. Jason mengangkat bahunya.
       “ mungkin kau harus pindah ke tempat yang jauh “ kata Jason kemudian
       “ kemana ? “
       “ mars ! “
       “ mars ? “
       “ kudengar dari Tv telah ditemukan tanda-tanda kehidupan yang mirip bumi di mars, mungkin kau bisa tinggal disana sementara atau pun semaumu. Kau bisa mendirikan negerimu sendiri. “ ujar Jason
       “ Hei, apa artinya negeri kalau aku hanya sendirian disana ? “ tanya Tesan
       “ siapa bilang kau sendirian ? “
       “ kau akan ikut ? “ tanya Tesan lagi
       “ aku ? hei.. tentu saja aku tidak ikut. Aku masih banyak urusan disini dan lagipula tidak ada kakak kelas yang mengincarku, jadi aku aman-aman saja disini. Kau pergilah, hati-hati dijalan. Sampaikan salamku pada Alien pertama yang kau temui “
       “ Alien ? “
       “ benar ! “
Tesan tidak paham dengan pasti seperti apa Alien itu. yang dia tau hanyalah Alien adalah makhluk penghuni luar angkasa yang wajahnya mirip belalang dengan mulut tipis. Berwarna hijau dan sangat kurus. Dan mengendarai piring terbang yang disebut UFO. Ia tidak tau dengan pasti seperti apa sifat Alien-alien itu. yang jelas baginya, pemikiran pindah ke mars bukan sesuatu yang pantas untuk dipikirkan. Meskipun ada kemungkinan kehidupan yang lebih baik jika bergaul dengan makhluk-makhluk luar angkasa itu. tapi dia tau dia tidak akan pernah menemukan jalan untuk bisa kesana. Itu sungguh mustahil. Jadi sepanjang jam-jam sekolah hari itu dia memutuskan untuk tidak memikirkan pkanet Mars. Sementara jason terus menggumamkan kemungkinan-kemungkinan bahwa gadis itu akan menunggunya di gerbang sekolah.
Jason benar ! entah kenapa setelah dia selalu menghindarinya, gadis itu tampak lebih mencolok daripada yang lain bagi Tesan. Dia berdiri disana sendirian. diluar pagar sekolah sambil memegangi Almamaternya. Disekitarnya, anak-anak lain bergerombol keluar dari gerbang. Ada yang langsung berjalan kaki, ada yang mengendarai sepeda motor, ada yang langsung lari-lari kedalam bis sekolah, dan ada yang masih berdiri disana bersama yang lain menunggu bis jurusan tempat tinggalnya sampai.
       “ bis mu belum datang, aku duluan ya “ ujar Jason
       “ ok ! hati-hati “
Tesan berjalan ke arah berlawanan dengan tempat gadis itu berdiri. Ia mencari tempat yang lebih sepi dan menyendiri. Sebisa mungkin Tesan tidak menoleh ke arah gadis itu. dia bahkan berharap gadis itu tidak menyadari dia ada disana.
Gadis itu, yang Tesan tau namanya Jian. Setahun lebih tua dari Tesan. Disekolah ini, Jian kakak kelas Tesan. Dia tinggal di gang lain ditempat Tesan tinggal. Setiap hari selama setahun terakhir, mereka selalu bertemu dalam satu bis sekolah. Jian sama seperti anak-anak lain. Dia juga suka mengobrol berkelompok dan kadang-kadang tertawa bersama mereka. Tesan bahkan tak pernah menganggap dia ada, sama seperti dia menganggap anak-anak lain. Dia hanya masuk, duduk dan keluar dari bis tanpa mengobrol dengan siapapun kecuali menanggapi sedikit-sedikit kalau ada yang mengajaknya bicara.
Hari itu, sama seperti hari yang lain. Tesan masuk kedalam bis saat pulang sekolah dan duduk diujung kursi belakang sambil memejamkan matanya, pura-pura tidur agar tidak perlu ngobrol dengan siapapun. Tapi sepertinya suasana sejuk didalam bis membuatnya benar-benar mengantuk. Tesan tertidur beberapa saat dan ketika bangun, dia mendapati kepalanya terkulai dibahu seorang gadis. Jian ! gadis itu tersenyum padanya ketika dia bangun dan menyadarinya.
       “ kau sudah bangun ? untunglah ! sebenarnya kita hampir sampai dan aku takut membangunkanmu, tidurmu nyenyak sekali “ ujar gadis itu.
Hahh ! Tesan tidak tau harus berkata apa. Satu hal yang ia sadari, wajah dan telinganya pasti merah padam sekarang ini. dia tidak pernah bicara dengan siapapun disini, dia bahkan tidak mengenal gadis ini. tapi siang ini dia malah menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu sambil tidur nyenyak. Itu memalukan !
       “ ma-maaf ! “ ujar Tesan gugup.
       “ tak masalah !” jawab gadis itu sambil tersenyum. Kelihatannya dia memang tidak masalah kalau ada orang paling tidak peduli menyandarkan kepala dibahunya. Entah dia memang bukan pemarah, entah dia memang seperti itu (membiarkan siapa saja bersandar dibahunya), entah karena dia kasihan pada Tesan yang selama ini sendirian. Tesan memutuskan untuk tidak memikirkan hal yang macam-macam.
       “ namamu Tesan, kan ? “ tanya gadis itu. Tesan mengangguk tanpa menjawab atau pun tersenyum. Secepat mungkin dia ingin segera sampai dihalte dan pulang kerumahnya agar bisa menghindari gadis ini. sebaik apapun dia, gadis itu tetap saja orang yang mengenalnya. Dia bahkan tau namanya, dia pasti juga tau segalanya tentang Tesan. Tentang ayahnya, tentang ibunya, dan latar belakang keluarga kecilnya. Jadi begitu bis berhenti, Tesan langsung melarikan diri ke pintu keluar. Setelah hari itu, Tesan merasa dia benar-benar perlu memakai topeng dan semacamnya karena dia tampaknya tak lagi tak kasat mata. ada Jian yang setiap hari memanggil namanya dengan akrab. Melambaikan tangan padanya dan terus-terusan mengajaknya bicara dalam beberapa kesempatan. Dan itu membuatnya tidak nyaman.
       Tesan berjalan cepat ketika bis sekolah jurusan tempat tinggalnya berhenti tak jauh dari tempatnya duduk. Seperti biasa, dia memilih tempat duduk yang disudut. Anak-anak lain berebutan masuk kedalam bis dan mencari tempat duduk masing-masing. Anak-anak yang tidak mendapat tempat duduk terpaksa berdiri. Tesan tidak terlalu memperhatikan itu. yang dia tau dia hanya harus duduk diam dan sampai dirumah secepatnya. Dia tidak peduli tentang apapun. Dia hanya harus sampai dirumah, menelpon ibunya kalau dia sudah pulang dan makan siang. Itu saja !
       “ kau sudah makan siang ? “ tanya ibunya ditelpon
       “ aku baru saja mau mengatakannya, aku sudah makan siang “ jawabnya
       “ baiklah, ibu pulang seperti biasanya. Kerjakan PR mu “
       “ hmm baiklah “
Menjadi anak rumahan. Sebenarnya itu bukan keinginan Tesan. ia bukan tipe anak yang betah tinggal seharian dirumah dan mengerjakan PR. Ia lebih suka keluar rumah untuk melihat-lihat kehidupan. Tapi sejak kecil, ia lebih suka dirumah saja dan tidak kemana-mana kecuali ke supermarket atau apotik. Ia tidak ingin menunjukkan diri ditengah-tengah orang-orang yang mengenalinya. Orang-orang yang tau siapa dia. yaa ! kehidupan memang tak selalu semanis yang diharapkan. Tapi kenyataan menendangnya dan memaksa dia hidup dalam takdir yang seperti ini. sudah lama sekali Tesan tak mendengar orang-orang membicarakan ia dan ibunya. Tapi ingatannya tentang pendapat orang-orang mengenai mereka masih sangat jelas dipikiran Tesan. dan ia masih terus menghindari topik itu selama bertahun-tahun. Rumor bahwa Tesan dan ibunya adalah istri dan anak simpanan sepertinya sekarang memang sudah mereda, tapi Tesan tetap tidak bisa melupakan ketika teman-teman dan tetangganya menanyakan kebenaran kabar itu. itu bukan hal yang perlu untuk dibahas. Kehidupannya dan kehidupan orang-orang bagaikan minyak dalam air sejak saat itu. bagaimanapun juga Tesan belum memaafkan kata-kata mereka. Karena itulah dia terus menghindari bicara dengan orang-orang. Dan sejak dia menghindari semua orang, tak ada seorang pun yang berani bicara dengannya juga. bicara dalam arti mengobrolkan banyak hal omong kosong dan segalanya seperti teman. Tesan tak punya teman dekat sama sekali sampai SMA. Sampai dia bertemu Jason dan percaya padanya. Baginya, Jason adalah harta karun yang selama ini tak ia cari tapi akhirnya ia temukan dan rasanya seperti ia telah mencari-carinya bertahun-tahun. Ia sangat gembira memiliki teman. Tepatnya teman yang ia inginkan.
       Dan beberapa hari ini ada seseorang yang sedang mencoba mendobrak masuk dalam kehidupannya. Untungnya pertahanan Tesan masih kuat dan dingin seperti dulu. kepribadiannya masih seperti dinding tebal Es dikutub. Ia tidak akan mudah mencair. Sekalipun untuk gadis seramah itu, Tesan tidak akan pernah membiarkannya masuk ke dalam hidupnya. Orang seperti itu, Tesan berpikir dia bisa saja ramah dan perhatian pada semua orang. Dia bisa saja membicarakan apa saja dengan semua orang. Dia bisa membahas apa saja dengan semua orang. Dia pasti punya kebiasaan mempelajari hidup orang lain dan menaklukannya. Seperti dia mempelajari hidup Tesan sekarang, dia pasti ingin mencari tau lebih banyak tentang kehidupan Tesan yang memisahkan diri sepeti minyak dalam air.
       “ Tesan, hei.. “ itu dia, gadis itu melambaikan tangan lagi pada Tesan pagi itu. Tesan yang baru sampai di halte bis menyesal dan ingin rasanya kembali kedalam gang. Tapi sebentar lagi bis datang. Kalau dia kembali pasti dia akan ketinggalan bis dan harus menunggu angkot. Dia bisa terlambat ke sekolah. jadi Tesan hanya menatap gadis itu sebentar, menganggukan kepalanya sedikit lalu berpaling ke arah lain. Dia berharap gadis itu tau kalau dia tidak ingin diganggu. Dan gadis itu tidak perlu mengganggunya lebih lanjut. Tapi dia salah, semua harapannya jelas saja sia-sia. Gadis sudah berdiri disampingnya sekarang. Bahkan Tesan bisa mencium bau shampo nya. Aroma manis yang tak bisa Tesan jelaskan. Jantungnya tiba-tiba saja berdetak sangat cepat. Entah karena ia mulai kesal dan marah atau dia hanya gugup.
       “ Tesan, aku sudah menunggumu dari tadi “ ujar Jian. Seharusnya gadis itu tak perlu melakukannya, dia hanya membuat Tesan kesulitan bernafas dan berfikir. Tesan hanya diam memandang ke arah lain seolah dia tidak mendengar apapun. Dia mencoba mengatur nafasnya dan membuang jauh rasa ingin membanting dan menginjak-injak sesuatu. Ia sangat marah sekarang. Gadis itu bertindak terlalu jauh, ia telah berani menunggunya. Ia berani menunggu untuk masuk kedalam hidupnya. Apa dia tidak benar-benar mempelajari hidup Tesan selama ini ? tidak ada yang boleh menunggu Tesan kecuali Jason, ibunya dan pihak sekolah. orang-orang seperti Jian yang hanya ingin tau dan pergi setelah tau segalanya tidak seharusnya berani menunggunya.
       “ Tesan, aku bicara denganmu. kau tidak mendengarku ? “ ujar Jian lagi saat Tesan tak menoleh ke arahnya.
       “ Tesan, hei.. “ gadis itu memanggilnya lagi sambil menepuk bahunya. Ia benar-benar berharap Tesan akan menoleh. Tapi dia tidak tau kalau dia melewati batas. Baginya mungkin ini hal wajar tapi bagi Tesan ini keterlaluan.
       “ APA ?? JANGAN MENGGANGGUKU ! PERGI DAN TINGGALKAN AKU SENDIRI !! “ bentak Tesan pada Jian. Dia sangat kesal sampai sesak nafas sekarang. Anak-anak lain memandangi mereka dengan tatapan ingin tau dan sok tau yang Tesan benci. Mereka saling berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk ke arah Tesan. Jian sendiri kelihatan sangat shock dan sedih.
       “ apa salahku ? aku hanya ingin menawarimu kue. Kalau kau tidak mau aku juga tidak akan memaksa. Tidak perlu membentakku seperti itu “ ujar Jian dengan suara gemetar dan air mata menggenang di matanya. Tesan tidak memedulikannya. Ia bahkan tak melihat kearahnya lagi karena bis sudah datang dan Tesan cepat-cepat melompat masuk kedalam bis. Anak-anak lain masih menatapnya dan berbisik-bisik disekitarnya. Tesan tidak peduli tentang itu. dia sudah biasa mendengar dan menangkap basah orang-orang yang diam-diam membicarakannya.
       “ jadi kau membentaknya ? kau gila ! “ komentar Jason. Tesan baru saja menceritakan kekesalannya pada Jason.
       “ memang ! kau sudah tau aku gila. Hanya kau yang berteman denganku tapi bukan berarti kau tidak tau kalau aku gila kan ? “ tiba-tiba Tesan jadi kesal lagi.
       “ Ok ! Sorry bro, aku tau perasaanmu. Aku mengerti. Kau pasti sangat marah karena dia berani mendekatimu. Tapi mungkin saja dia tidak bermaksud membuatmu marah. Ya ! itu sudah pasti. Dia tidak tau kalau kau akan marah “ ujar Jason
       “ kenapa dia tidak tau ? dia sudah mengenalku. Dia juga tau namaku. dan semua orang pastinya tau kalau aku tak ingin diganggu. “ jawab Tesan panas
       “ benar. Itu benar kawan, kau benar. Dia memang tau namamu dan mengenalmu tapi.... “ Jason hampir saja mengatakan kalau Jian bukan Jason atau ibunya Tesan yang mengerti bagaimana harus memperlakukan Tesan. tapi sepertinya itu hanya akan membuat Tesan makin marah jadi dia tidak mengatakannya.
       “ tapi apa ? “ tuntut Tesan
       “ hei ayolah Tesan. dia tidak terlalu bersalah. Hanya bersemangat menurutku. Santai saja kawan. Aku yakin setelah ini dia tidak akan menganggumu lagi. Percayalah ! “ kata Jason sambil menepuk punggung Tesan. Tesan mendesah, perasaannya sudah sdikit lebih baik sekarang. Ia jadi merasa bersalah pada Jason.
       “ maafkan aku ya Jas, kau harus punya teman seperti aku. ini pasti sulit juga bagimu. Tapi kau tau aku hanya percaya padamu disini. Terima kasih sudah mendengarkan aku, sudah menjadi temanku “ kata Tesan
       “ tidak masalah ! kau bisa cerita samuanya padaku. Aku tidak keberatan. Kau kan tau, kualitas otakku tidak bisa menampung banyak hal. jadi beberapa cerita akan mengabur dengan sendirinya dan meninggalkan ruang kosong yang lain. Kau punya banyak tempat untuk menceritakan segalanya seumur hidupmu “ ujar Jason sambil tersenyum
       “ thanks Jason ! “ Tesan tersenyum.
Pelajaran pertama dan kedua hari itu sukses membuat Tesan dan Jason banyak menggambar dan tertawa diam-diam dibalik buku biologi mereka. Kebiasaan Jason menggambari buku-bukunya benar-benar sudah mendarah daging. Bahkan sekarang menular pada Tesan. selama pelajaran berlangsung mereka berlomba menggambar motor dan pembalap favorite mereka, sementara pak Aryo mendikte kan pembahasan materi mereka hari itu.
       “ Bravo ! yeahh ! aku yang menang “ kata Jason mengacungkan tinju diudara saat jam istirahat tiba.
       “ nih, ambil nih.. anggap aja souvenir !” Tesan melemparkan kertas bergambarnya yang belum selesai ke arah Jason. Lalu dia pergi keluar kelas.
       “ San.. mau kemana ?”
       “ kantin ! “ jawab Tesan singkat. Mendengar itu Jason segera berlari kearah Tesan dan menubruknya dari belakang dengan satu rangkulan.
       “ makan apa kita bro ? “ tanya Jason
       “ sendal jepit goreng !” jawab Tesan
       “ Ban mobil bakar ! “ sambung Jason
       “ Kaus kaki tumis! “ kata Tesan lagi
       “ itu menjijikkan ! “ ujar Jason. Tesan tertawa. Mereka berjalan sambil berangkulan sampai ke kantin. Tertawa bersama-sama dan mengatakan omong kosong yang tak ada habisnya. Seakan hidup mereka diciptakan hanya untuk melakukan itu.
       Pulang sekolah, Tesan dan Jason berjalan bersama menuju gerbang sekolah. bis yang akan membawa mereka pulang sudah menunggu sejak tadi. Tesan dan Jason bergabung dalam rombongan anak-anak yang bergerombol keluar dari gerbang bersamaan.
       “ Ohh itu Jian, dia sudah sampai di Bis “ kata seorang siswi didepan Tesan
       “ Benar. Dia pasti berjalan duluan tadi “ sambut siswi lainnya
       “ aku tidak pernah melihatnya sesedih itu, hari ini dia kelihatan kacau” ujar siswi pertama
       “ yaa, sepertinya perasaannya bertepuk sebelah tangan. Apa yang bisa dia lakukan ?” jawab siswi kedua
       “ pastilah hanya menangis “
       “ Jian yang malang. Dia menyukai orang yang salah “
Tesan melirik Jason, ingin tau apakah Jason mendengarkan juga. Tapi jason meninju lengannya dan lari ke arah bis nya sambil tertawa dan berteriak.
       “ Aku duluan yaa ! “
Tesan masuk kedalam bis dan duduk ditempat yang biasanya. Tidak ada yang duduk dikursi itu setiap hari kecuali Tesan. entah bagaimana kursi itu selalu kosong dan tersisa untuk Tesan. sepertinya tidak ada anak yang mau duduk disana. mereka rela berdiri berhimpitan daripada harus duduk dikursi belakang paling ujung itu. Tesan duduk, memeluk Almamaternya dan menyandarkan kepala ke dinding bis. Pikirannya berkecamuk dan penuh dengan pertanyaan. Tadi pagi dia membentak Jian didepan semua orang. Saat ini Jian sedang sedih. Dia bertanya-tanya apakah Jian sedih karena dia ? siapakah yang Jian sukai itu ? apa itu dia ? apa Tesan ? bukankah pikirannya ini berlebihan ? kenapa dia bisa berpikiran seperti ini ? bukankah ada banyak pria didunia ini yang bisa Jian sukai. Kenapa Tesan harus merasa kalau dialah pria itu ? padahal dia tidak pernah menganggap siapapun termasuk Jian dalam hidupnya. Bagaimana mungkin dia berpikir untuk disukai seorang wanita ?

Tesan turun dari bis dengan pikiran tak terarah. Tubuh dan pikirannya berpisah sementara waktu entah kemana. Seseorang membuatnya jatuh dari pintu bis ke aspal panas didepan halte. Tesan mengerang. Keningnya membentur aspal kasar dan berdebu. Kedua telapak tangannya juga terasa perih dan panas. Tas nya robek tersangkut pintu dan bukunya berhamburan. Tesan berdiri pelan-pelan. Darah mengalir dari dahi kepipinya. Semua anak menatapnya saat itu. mereka hanya berdiri bengong menyaksikan tanpa berusaha membantunya berdiri atau apapun. Tesan mencari-cari anak yang dibelakangnya tadi. Seorang siswa kelas 3 yang tinggal di dua gang dari gangnya. Anak itu berdiri tak jauh dari tempat Tesan jatuh. Menatap Tesan dengan wajah geli dan puas. Matanya yang sipit dan tajam menusuk Tesan dan membuatnya hilang kesabaran. Tesan menghampirinya, menarik kerah bajunya dan meninju wajahnya. Anak itu tersungkur ke aspal. Semua orang menjerit ketakutan. Beberapa anak menghampiri Tesan dan memegangi tangannya. Dan beberapa yang lain membantu siswa itu berdiri. Tesan meludah marah. Bahkan dalam kesakitan, anak itu masih bisa tersenyum. Dengan mata yang tajam, senyuman itu terlihat seperti senyuman seorang Psiko. Tapi Tesan tidak takut sama sekali. Kemarahannya sudah tersulut dan berkobar. Sudah terlambat untuk memadamkan kemarahannya. Yang perlu dilakukan sekarang, adalah penyelesaian. Tesan mengibaskan lengannya, tapi orang-orang yang memeganginya terlalu kuat. Tesan menjerit minta dilepaskan. Tapi mereka tak mau melepaskannya dan menahannya sampai anak itu pergi meninggalkan kerumunan dan masuk kedalam gang. (Bersambung)